Pages - Menu

Selasa, September 28, 2010

Seniman Gelar "Melebur Dosa Menganyam Cinta"

Puluhan seniman sekitar Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, menggelar performa "Melebur Dosa Menganyam Cinta" sebagai ungkapan halal bihalal mereka dalam wujud ekspresi seni.

Mereka yang antara lain mengenakan berbagai properti seni antara lain tarian kontemporer "Jingkrak Sondang", tarian soreng dengan musik "truntung", pakaian adat Jawa, tabuhan "jedhor" pada Selasa malam itu berjalan kaki dari pertigaan Pasar Borobudur melewati Jalan Pramudya Wardani, Jalan Balaputra Dewa, dan berakhir di halaman Gandok Seni Budiarjo sekitar 500 meter timur Candi Borobudur.

Halaman pendopo Gandok Seni Budiarjo terlihat dihias dengan properti ratusan kelongsong ketupat yang membentuk hati dalam ukuran raksasa sebagai simbol cinta kasih, sedangkan puluhan kelongsong ketupat lainnya diletakkan di sejumlah tali yang dibentangkan di atas halaman itu.

Sejumlah properti lampion aneka warga diletakkan di beberapa tempat di halaman itu sehingga suasana terkesan artistik.

Prosesi dipimpin oleh Koordinator Komunitas Seniman Borobudur Indonesia (KSBI), Umar Chusaeni, sedangkan seniman Merapi, Agus "Merapi" Suyitno, melakukan pentas ritual tolak balak.

Berbagai pementasan kesenian kontemporer, musik, pembacaan puisi, musikalisasi puisi, orasi kultum (Kuliah Tujuh Menit), dan undian bingkisan, serta pesta kuliner itu berlangsung hingga tengah malam dengan ditonton ratusan warga setempat, penggemar seni, dan budayawan, serta para pemudik terutama mereka yang berasal dari sekitar Candi Borobudur.

Terlihat pula Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemerintah Kabupaten Magelang, Dian Setya Dharma.

Mereka yang menggelar pementasan itu antara lain grup Topeng Saujana pimpinan Sujono, teater Gadung Mlati pimpinan Ismanto, musik oleh grup band Paku Wojo pimpinan Dedy Paw, penyair Dorothe Rosa Herliany, dan puisi sosialteatrikal oleh Gepeng Nugroho.

Budayawan Pondok Pesantren Asrama Perguruan Islam (API) Tegalrejo, Kabupaten Magelang, KH Muhammad Yusuf Chudlori (Gus Yusuf), mengatakan, halal bihalal sebagai tradisi budaya masyarakat Indonesia saat Lebaran.

"Hanya ada di Indonesia, tidak ada di Malaysia, Iran, atau Timur Tengah," katanya.

Ia menyebut tradisi halal bihalal sebagai kecerdasan nenek moyang bangsa Indonesia yang hingga saat ini masih dijalankan masyarakat karena menjadi perekat hubungan antarmanusia saat Lebaran.

Ia menyebut agama tidak terlepas dari peranan kebudayaan setempat sehingga wujud pelaksanaan kehidupan beragama menjadi lebih manusiawi.

"Nilai-nilai kebudayaan membuat pengamalan hidup beragama lebih manusiawi," katanya.

Umar mengatakan, halal bihalal khas seniman Borobudur itu menjadi salah satu atraksi wisata malam pada musim Lebaran.

"Kami mengemas menjadi aset wisata, mereka yang hadir menyaksikan ini juga kalangan pemudik Lebaran," katanya.

Selain itu, katanya, kegiatan itu juga menjadi ekspresi seniman sekitar Borobudur saat merayakan Lebaran dan halal bihalal di antara mereka.

0 komentar: