Pages - Menu

Jumat, November 13, 2009

ANAK INDONESIA MEMBANGUN JARINGAN

Hari ini tanggal 23 Juli 2007 Bangsa Indonesia memperingati Hari Anak Nasional. Hari anak tahun-tahun ini dan masa depan akan mulai berbeda dengan Hari Anak di masa lalu. Di jaman lama, anak-anak kita, begitu juga anak-anak dari negara berkembang lainnya, dilahirkan dari keluarga tradisional dengan lingkungan yang juga mempunyai budaya tradisional yang dipelihara dengan segala kaidah yang indah dan sejuk. Anak masa kini hidup dalam masa transisi dari masyarakat tradisional ke masyarakat industrial, masyarakat dagang dan masyarakat modern yang terbuka dengan adanya technologi komunikasi instan yang sangat canggih.

Masyarakat masa kini adalah masyarakat yang sangat terbuka dan dalam situasi yang sangat instan bisa berhubungan dengan masyarakat lain tanpa perantaraan siapapun juga. Masyarakat kita adalah masyarakat transisi yang didalam lingkungan keluarganya juga sedang terjadi gejolak yang sangat dahsyat. Ukuran keluarga yang besar dan saling bergantung satu sama lain berubah menjadi keluarga kecil. Setiap anggota keluarga tidak lagi bisa bergantung kepada keluarga lainnya.

Seorang adik bayi yang baru lahir, dimasa lalu, dengan mudah diserahkan ibu bapaknya kepada kakaknya yang lebih dewasa. Kakak yang tidak banyak pilihan itu dengan setia menjadi penjaga dan memberikan yang terbaik untuk adiknya. Kakak yang baik itu biasanya selalu mengalah dan mendahulukan kepentingan adiknya agar dia tetap dekat dengan kedua orang tuanya. Kakak yang baik itu dengan patuh memberikan bimbingan dan bahkan dengan segala upaya melakukan berbagai hal agar adiknya tidak menangis dan berpihak kepadanya agar kredibilitasnya sebagai orang yang lebih tua tidak diragukan lagi oleh orang tuanya. Penurunan kredibilitas itu akan sangat berpengaruah karena sebagai anak sangat tergantung pada dukungan orang tuanya.

Masyarakat sekitarnya juga menaruh hormat pada anak itu karena memandang kedudukan orang tuanya. Anak seorang yang mampu atau mempunyai derajat tertentu akan mendapat kehormatan seperti orang tuanya. Anak ini akan diperlakukan secara terhormat oleh masyarakat, termasuk oleh teman sebayanya, seperti orang tua mereka menghormati kedua orang tua dari anak yang bersangkutan. Proses menjadikan seorang anak seperti priyayi atau anak keluarga biasa bisa dimulai dari saat yang sangat dini, dalam lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan masyarakatnya.

Dalam alam yang sedang berubah dewasa ini penduduk di negara berkembang, termasuk di Indonesia, mengalami proses transisi demografi pendek yang ditempuh negara-negara maju selama 150 tahun hanya dalam waktu kurang dari 50 tahun. Segala sesuatu terjadi dengan sangat cepat dan sekaligus keluarga Indonesia menjadi bersifat urban atau perkotaan dalam waktu sangat singkat. Orang tua dan pemerintah tidak atau belum siap memberikan pembekalan kepada keluarga dan masyarakat pada umumnya.

Perubahan itu bukan saja didorong oleh keluarga di sekitar kita di Indonesia, tetapi merupakan arus globalisasi yang sangat deras dan melanda hampir seluruh pelosok tanah air. Arus itu bukan berjalan melalui jalur yang biasa terjadi, lewat aparat pemerintah atau pendidikan di sekolah. Arus global itu masuk ke setiap keluarga tidak dengan mengucapkan assalamu’alaikum atau permisi, tanpa basa basi menyerang setiap keluarga di rumah masing-masing. Serangan global dan tiada henti itu tentu bervariasi.

Ada yang nilai dan kemasannya bagus dan cocok dengan masyarakatnya. Ada juga yang nilai dan motivasinya tidak pas tetapi kemasannya bagus. Yang pertama dan kedua ini, karena sifatnya serangan langsung, masuk ke setiap keluarga tanpa sensor kepala keluarga atau pejabat resmi yang ada. Serangan itu mendatangkan dampak yang bervariasi. Bagi keluarga yang matang, apapun wujud serangannya bisa memilah-milah dan mengambil yang terbaik. Bagi keluarga pas-pasan dan tidak paham bagaimana menyesuaikan diri akan tenggelam bersama tumpukan yang bagus dan yang tidak bagus.

Keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga terbatas, apalagi dalam suasana terhimpit, harus berjuang dengan keras diluar rumah, akan tidak mungkin menyaring dan memberi masukan tambahan agar setiap anggotanya melakukan penyesuaian dengan baik. Mereka tidak berdaya. Segala sesuatu tergantung kepada setiap anggota dan mendapat kesan seakan muncul demokrasi dalam penerimaaan sistem nilai global yang baru.

Untuk mengatasi dan menolong proses penyesuaian yang sangat kuat itu perlu dicari terobosan jitu. Salah satu terobosan untuk mengatasi kesenjangan jumlah keluarga yang makin mengecil, pada tingkat pedesaan, Yayasan Damandiri bersama berbagai lembaga lainnya sedang mengembangkan Pos Pemberdayaan Keluarga atau Posdaya dengan berbagai basisnya. Pos-pos ini merupakan jaraingan pemberdayaan yang berkesinambungan. Salah satunya adalah Posdaya berbasis Masjid yang prototipenya telah diresmikan oleh Menteri Agama beberapa waktu yang lalu di Pemalang. Posdaya berbasis Banjar sudah mencapai 244 Banjar telah diresmikan oleh Bupati Jembrana di Negara, Jembrana, pada hari Sabtu lalu. Posdaya berbasis keluarga telah beroperasi di desa Pucang Sewu, Pacitan.

Posdaya berbasis Masjid mendapat perhatian yang sangat luas dari berbagai negara sahabat. Untuk menampung perhatian yang luas itu minggu ini diadakan Studi Observasi atau Observation Study Tour (OST) di Jakarta dan Yogyakarta. Ada peserta dari lima kelompok negara dan utusan organisasi serta lembaga khusus yang terlibat. Program ini antara lain diikuti peserta dari Pakistan, Iran, Cina dan Indonesia serta Instansi dan lembaga organisasi lainnya. OST yang dimulai hari Minggu lalu baru berakhir pada hari Minggu kemarin. Para peserta telah bertekad akan mencoba menjajaki pembentukan lembaga pendidikan dan silaturahmi berbasis Masjid, sebagai jaringan yang tujuannya adalah pemberdayaan. Mereka berharap di negara masing-masing bisa mengembangkan jejaring yang tujuannya untuk pembangunan umat dan pengentasan kemiskinan. Semoga OST yang dibuka oleh Menko Kesra RI itu mendapat berkah dari Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa.

0 komentar: