Pages - Menu

Rabu, Oktober 21, 2009

belajar seo ma page rank

fuh, ternyata blog budaya sendiri ini belum bisa masuk halaman 1 di google pa lagi di yahoo ma msn, terus gmana mau menyebarkan budaya kita ini dengan domain budayasendiri?
tapi tetap optimis walaupun page rank masih "0", hem bukankah ini bukan kemajuan yang besar?
ah biarin aja sambil mengoptimalkan belajar seo ma page rank sampai peringkat 10 harus terus optimis sambil jualan sayur goreng, hem terus gimana caranya?

1. berdoa- sebelum masang artikel baru dan sesudahnya, y tanpa babibubebo, ujuk-ujuk slesai

2. Pd- percaya diri kalo artikel ma tulisan ini gak bakalan dibaca
padahal seharusnya optimis dibacakan?
tentunya yang baca sampe muntah
3. ikutan tukar link-Ya walaupun q gak tau dan gak mau tau urusan tukar-menukar link, tapi tetap optimis membuat page rank jadi bagus
4.masuk blog lewat google-kata ahli per-seo-an sih, q mah bukan ahlinya, cz muntah terus kalo baca blog orang, mungkin fobia Y?
lho?
katanya dengan masuk lewat google, suka suka mau google.com atau google.co.id katanya akan menìngkatkan seo kita, masih katanya lagi, ini karena google menganggap blog atau website kita penting
lho?
terakhir berdoa lagi, baca hamdalah

Rabu, Oktober 14, 2009

Lamin suku Dayak
Photo: A.W. Nieuwenhuis, 1900

Rumah tradisional suku Dayak dikenal dengan sebutan Lamin. Bentuk rumah adat Lamin dari tiap suku Dayak umumnya tidak jauh berbeda. Lamin biasanya didirikan menghadap ke arah sungai. Dengan bentuk dasar bangunan berupa empat persegi panjang. Panjang Lamin ada yang mencapai 200 meter dengan lebar antara 20 hingga 25 meter. Di halaman sekitar Lamin terdapat patung-patung kayu berukuran besar yang merupakan patung persembahan nenek moyang (blang).
Penggunaan kolong yang tinggi pada Lamin suku Dayak
Penggunaan kolong yang tinggi pada Lamin

Photo: A.W. Nieuwenhuis, 1900

Lamin berbentuk rumah panggung (memiliki kolong) dengan menggunakan atap bentuk pelana. Tinggi kolong ada yang mencapai 4 meter. Untuk naik ke atas Lamin, digunakan tangga yang terbuat dari batang pohon yang ditakik-takik membentuk undakan dan tangga ini bisa dipindah-pindah atau dinaik-turunkan. Kesemua ini adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi ancaman serangan musuh ataupun binatang buas.

Pada awalnya, Lamin dihuni oleh banyak keluarga yang mendiami bilik-bilik didalam Lamin, namun kebiasaan itu sudah semakin memudar di masa sekarang. Bagian depan Lamin merupakan sebuah serambi panjang yang berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan upacara perkawinan, melahirkan, kematian, pesta panen, dll. Di belakang serambi inilah terdapat deretan bilik-bilik besar. Setiap kamar dihuni oleh 5 kepala keluarga.
Pemukiman suku Dayak di tepi Mahakam
Pemukiman suku Dayak di tepi Mahakam

Lukisan: Carl Bock, 1879

Lamin kediaman bangsawan dan kepala adat biasanya penuh dengan hiasan-hiasan atau ukiran-ukiran yang indah mulai dari tiang, dinding hingga puncak atap. Ornamen pada puncak atap ada yang mencuat hingga 3 atau 4 meter. Dinding Lamin milik bangsawan atau kepala adat terbuat dari papan, sedangkan Lamin milik masyarakat biasa hanya terbuat dari kulit kayu.

Seni Kriya ( Kerajinan Tangan )

Perisai Dayak

Perisai/Kelembit/Keliau
Merupakan alat penangkis dalam peperangan melawan musuh. Perisai terbuat dari kayu yang ringan tapi tidak mudah pecah. Bagian depan perisai dihiasi dengan ukiran, namun sekarang ini kebanyakan dihiasi dengan lukisan yang menggunakan warna hitam putih atau merah putih. Motif yang digunakan untuk menghias perisai terdiri dari 3 motif dasar:
1. Motif Burung Enggang ( Kalung Tebengaang )
2. Motif Naga/Anjing ( Kalung Aso' )
3. Motif Topeng ( Kalung Udo' )

Selain sebagai alat pelindung diri dari serangan musuh, perisai juga berfungsi sebagai:
- Alat penolong sewaktu kebakaran / melindungi diri dari nyala api
- Perlengkapan menari dalam tari perang
- Alat untuk melerai perkelahian
- Perlengkapan untuk upacara Belian

Kini perisai banyak dijual sebagai souvenir / penghias dekorasi rumah tangga.

Ulap Doyo
Kain dari serat daun doyo ini merupakan hasil kerajinan yang hanya dibuat oleh wanita-wanita suku Dayak Benuaq yang tinggal di Tanjung Isuy. Tanaman doyo yang menyerupai pandan tumbuh dengan subur di Tanjung Isuy. Serat daunnya kuat dan dapat dijadikan benang untuk ditenun. Tenunan doyo ini kemudian sering diolah menjadi pakaian, kopiah, dompet, tas, hiasan dinding dan lain sebagainya.

Anjat
Alat berbentuk seperti tas yang terbuat dari anyaman rotan dan memiliki dua atau tiga sangkutan. Anjat biasanya digunakan untuk menaruh barang-barang bawaan ketika bepergian.

Bening Aban
Bening Aban

Bening Aban
Alat untuk memanggul anak yang hanya terdapat pada masyarakat suku Dayak Kenyah. Alat ini terbuat dari kayu yang biasanya dihiasi dengan ukiran atau dilapisi dengan sulaman manik-manik serta uang logam.



Sumpitan
Sumpitan

Sumpitan
Alat yang biasa digunakan untuk berburu atau berperang yang dikenal oleh hampir seluruh suku Dayak di Kalimantan. Alat ini terbuat dari kayu ulin atau sejenisnya yang berbentuk tongkat panjang yang diberi lubang kecil untuk memasukkan anak sumpitan. Sumpitan dilengkapi dengan sebuah mata tombak yang diikat erat pada ujungnya dan juga dilengkapi dengan anak sumpitan beserta wadahnya (selup).



Seraong

Seraong

Seraong
Topi berbentuk lebar yang biasa digunakan untuk bekerja di ladang atau untuk menahan sinar matahari dan hujan. Kini banyak diolah seraong-seraong ukuran kecil untuk hiasan rumah tangga.

Mandau
Merupakan senjata tradisional khas suku Dayak yang menyerupai pedang. Mandau terbuat dari besi dengan gagang terbuat dari kayu atau tulang. Sebelum pembuatan dimulai, terlebih dahulu dilakukan upacara adat sesuai dengan tradisi dari masing-masing suku Dayak.

Manik
Kerajinan manik-manik khas suku Dayak biasanya dibuat menjadi pakaian, menghias topi/seraong maupun bening aban. Kini banyak hasil kerajinan manik-manik yang diolah menjadi tas, kalung, gelang, gantungan kunci dan aneka macam hiasan lainnya.

Legenda Pesut Mahakam


Pada jaman dahulu kala di rantau Mahakam, terdapat sebuah dusun yang didiami oleh beberapa keluarga. Mata pencaharian mereka kebanyakan adalah sebagai petani maupun nelayan. Setiap tahun setelah musim panen, penduduk dusun tersebut biasanya mengadakan pesta adat yang diisi dengan beraneka macam pertunjukan ketangkasan dan kesenian.

Ditengah masyarakat yang tinggal di dusun tersebut, terdapat suatu keluarga yang hidup rukun dan damai dalam sebuah pondok yang sederhana. Mereka terdiri dari sepasang suami-istri dan dua orang putra dan putri. Kebutuhan hidup mereka tidak terlalu sukar untuk dipenuhi karena mereka memiliki kebun yang ditanami berbagai jenis buah-buahan dan sayur-sayuran. Begitu pula segala macam kesulitan dapat diatasi dengan cara yang bijaksana, sehingga mereka hidup dengan bahagia selama bertahun-tahun.

Pada suatu ketika, sang ibu terserang oleh suatu penyakit. Walau telah diobati oleh beberapa orang tabib, namun sakit sang ibu tak kunjung sembuh pula hingga akhirnya ia meninggal dunia. Sepeninggal sang ibu, kehidupan keluarga ini mulai tak terurus lagi. Mereka larut dalam kesedihan yang mendalam karena kehilangan orang yang sangat mereka cintai. Sang ayah menjadi pendiam dan pemurung, sementara kedua anaknya selalu diliputi rasa bingung, tak tahu apa yang mesti dilakukan. Keadaan rumah dan kebun mereka kini sudah tak terawat lagi. Beberapa sesepuh desa telah mencoba menasehati sang ayah agar tidak larut dalam kesedihan, namun nasehat-nasehat mereka tak dapat memberikan perubahan padanya. Keadaan ini berlangsung cukup lama.

Suatu hari di dusun tersebut kembali diadakan pesta adat panen. Berbagai pertunjukan dan hiburan kembali digelar. Dalam suatu pertunjukan ketangkasan, terdapatlah seorang gadis yang cantik dan mempesona sehingga selalu mendapat sambutan pemuda-pemuda dusun tersebut bila ia beraksi. Mendengar berita yang demikian itu, tergugah juga hati sang ayah untuk turut menyaksikan bagaimana kehebatan pertunjukan yang begitu dipuji-puji penduduk dusun hingga banyak pemuda yang tergila-gila dibuatnya.

Malam itu adalah malam ketujuh dari acara keramaian yang dilangsungkan. Perlahan-lahan sang ayah berjalan mendekati tempat pertunjukan dimana gadis itu akan bermain. Sengaja ia berdiri di depan agar dapat dengan jelas menyaksikan permainan serta wajah sang gadis. Akhirnya pertunjukan pun dimulai. Berbeda dengan penonton lainnya, sang ayah tidak banyak tertawa geli atau memuji-muji penampilan sang gadis. Walau demikian sekali-sekali ada juga sang ayah tersenyum kecil. Sang gadis melemparkan senyum manisnya kepada para penonton yang memujinya maupun yang menggodanya. Suatu saat, akhirnya bertemu jua pandangan antara si gadis dan sang ayah tadi. Kejadian ini berulang beberapa kali, dan tidak lah diperkirakan sama sekali kiranya bahwa terjalin rasa cinta antara sang gadis dengan sang ayah dari dua orang anak tersebut.

Demikianlah keadaannya, atas persetujuan kedua belah pihak dan restu dari para sesepuh maka dilangsungkanlah pernikahan antara mereka setelah pesta adat di dusun tersebut usai. Dan berakhir pula lah kemuraman keluarga tersebut, kini mulailah mereka menyusun hidup baru. Mereka mulai mengerjakan kegiatan-kegiatan yang dahulunya tidak mereka usahakan lagi. Sang ayah kembali rajin berladang dengan dibantu kedua anaknya, sementara sang ibu tiri tinggal di rumah menyiapkan makanan bagi mereka sekeluarga. Begitulah seterusnya sampai berbulan-bulan lamanya hingga kehidupan mereka cerah kembali.

Dalam keadaan yang demikian, tidak lah diduga sama sekali ternyata sang ibu baru tersebut lama kelamaan memiliki sifat yang kurang baik terhadap kedua anak tirinya. Kedua anak itu baru diberi makan setelah ada sisa makanan dari ayahnya. Sang ayah hanya dapat memaklumi perbuatan istrinya itu, tak dapat berbuat apa-apa karena dia sangat mencintainya. Akhirnya, seluruh rumah tangga diatur dan berada ditangan sang istri muda yang serakah tersebut. Kedua orang anak tirinya disuruh bekerja keras setiap hari tanpa mengenal lelah dan bahkan disuruh mengerjakan hal-hal yang diluar kemampuan mereka.

Pada suatu ketika, sang ibu tiri telah membuat suatu rencana jahat. Ia menyuruh kedua anak tirinya untuk mencari kayu bakar di hutan.
"Kalian berdua hari ini harus mencari kayu bakar lagi!" perintah sang ibu, "Jumlahnya harus tiga kali lebih banyak dari yang kalian peroleh kemarin. Dan ingat! Jangan pulang sebelum kayunya banyak dikumpulkan. Mengerti?!"
"Tapi, Bu..." jawab anak lelakinya, "Untuk apa kayu sebanyak itu...? Kayu yang ada saja masih cukup banyak. Nanti kalau sudah hampir habis, barulah kami mencarinya lagi..."
"Apa?! Kalian sudah berani membantah ya?! Nanti kulaporkan ke ayahmu bahwa kalian pemalas! Ayo, berangkat sekarang juga!!" kata si ibu tiri dengan marahnya.

Anak tirinya yang perempuan kemudian menarik tangan kakaknya untuk segera pergi. Ia tahu bahwa ayahnya telah dipengaruhi sang ibu tiri, jadi sia-sia saja untuk membantah karena tetap akan dipersalahkan jua. Setelah membawa beberapa perlengkapan, berangkatlah mereka menuju hutan. Hingga senja menjelang, kayu yang dikumpulkan belum mencukupi seperti yang diminta ibu tiri mereka. Terpaksa lah mereka harus bermalam di hutan dalam sebuah bekas pondok seseorang agar dapat meneruskan pekerjaan mereka esok harinya. Hampir tengah malam barulah mereka dapat terlelap walau rasa lapar masih membelit perut mereka.

Esok paginya, mereka pun mulai mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya. Menjelang tengah hari, rasa lapar pun tak tertahankan lagi, akhirnya mereka tergeletak di tanah selama beberapa saat. Dan tanpa mereka ketahui, seorang kakek tua datang menghampiri mereka.
"Apa yang kalian lakukan disini, anak-anak?!" tanya kakek itu kepada mereka.
Kedua anak yang malang tersebut lalu menceritakan semuanya, termasuk tingkah ibu tiri mereka dan keadaan mereka yang belum makan nasi sejak kemarin hingga rasanya tak sanggup lagi untuk meneruskan pekerjaan.
"Kalau begitu..., pergilah kalian ke arah sana." kata si kakek sambil menunjuk ke arah rimbunan belukar, "Disitu banyak terdapat pohon buah-buahan. Makanlah sepuas-puasnya sampai kenyang. Tapi ingat, janganlah dicari lagi esok harinya karena akan sia-sia saja. Pergilah sekarang juga!"

Sambil mengucapkan terima kasih, kedua kakak beradik tersebut bergegas menuju ke tempat yang dimaksud. Ternyata benar apa yang diucapkan kakek tadi, disana banyak terdapat beraneka macam pohon buah-buahan. Buah durian, nangka, cempedak, wanyi, mangga dan pepaya yang telah masak tampak berserakan di tanah. Buah-buahan lain seperti pisang, rambutan dan kelapa gading nampak bergantungan di pohonnya. Mereka kemudian memakan buah-buahan tersebut hingga kenyang dan badan terasa segar kembali. Setelah beristirahat beberapa saat, mereka dapat kembali melanjutkan pekerjaan mengumpulkan kayu hingga sesuai dengan yang diminta sang ibu tiri.

Menjelang sore, sedikit demi sedikit kayu yang jumlahnya banyak itu berhasil diangsur semuanya ke rumah. Mereka kemudian menyusun kayu-kayu tersebut tanpa memperhatikan keadaan rumah. Setelah tuntas, barulah mereka naik ke rumah untuk melapor kepada sang ibu tiri, namun alangkah terkejutnya mereka ketika melihat isi rumah yang telah kosong melompong.

Ternyata ayah dan ibu tiri mereka telah pergi meninggalkan rumah itu. Seluruh harta benda didalam rumah tersebut telah habis dibawa serta, ini berarti mereka pergi dan tak akan kembali lagi ke rumah itu. Kedua kakak beradik yang malang itu kemudian menangis sejadi-jadinya. Mendengar tangisan keduanya, berdatanganlah tetangga sekitarnya untuk mengetahui apa gerangan yang terjadi. Mereka terkejut setelah mengetahui bahwa kedua ayah dan ibu tiri anak-anak tersebut telah pindah secara diam-diam.

Esok harinya, kedua anak tersebut bersikeras untuk mencari orangtuanya. Mereka memberitahukan rencana tersebut kepada tetangga terdekat. Beberapa tetangga yang iba kemudian menukar kayu bakar dengan bekal bahan makanan bagi perjalanan kedua anak itu. Menjelang tengah hari, berangkatlah keduanya mencari ayah dan ibu tiri mereka.

Telah dua hari mereka berjalan namun orangtua mereka belum juga dijumpai, sementara perbekalan makanan sudah habis. Pada hari yang ketiga, sampailah mereka di suatu daerah yang berbukit dan tampaklah oleh mereka asap api mengepul di kejauhan. Mereka segera menuju ke arah tempat itu sekedar bertanya kepada penghuninya barangkali mengetahui atau melihat kedua orangtua mereka.

Mereka akhirnya menjumpai sebuah pondok yang sudah reot. Tampak seorang kakek tua sedang duduk-duduk didepan pondok tersebut. Kedua kakak beradik itu lalu memberi hormat kepada sang kakek tua dan memberi salam.
"Dari mana kalian ini? Apa maksud kalian hingga datang ke tempat saya yang jauh terpencil ini?" tanya sang kakek sambil sesekali terbatuk-batuk kecil.
"Maaf, Tok." kata si anak lelaki, "Kami ini sedang mencari kedua urangtuha kami. Apakah Datok pernah melihat seorang laki-laki dan seorang perempuan yang masih muda lewat disini?"
Sang kakek terdiam sebentar sambil mengernyitkan keningnya, tampaknya ia sedang berusaha keras untuk mengingat-ingat sesuatu.
"Hmmm..., beberapa hari yang lalu memang ada sepasang suami-istri yang datang kesini." kata si kakek kemudian, "Mereka banyak sekali membawa barang. Apakah mereka itu yang kalian cari?"
"Tak salah lagi, Tok." kata anak lelaki itu dengan gembira, "Mereka pasti urangtuha kami! Ke arah mana mereka pergi, Tok?"
"Waktu itu mereka meminjam perahuku untuk menyeberangi sungai. Mereka bilang, mereka ingin menetap diseberang sana dan hendak membuat sebuah pondok dan perkebunan baru. Cobalah kalian cari di seberang sana."
"Terima kasih, Tok..." kata si anak sulung tersebut, "Tapi..., bisakah Datok mengantarkan kami ke seberang sungai?"
"Datok ni dah tuha... mana kuat lagi untuk mendayung perahu!" kata si kakek sambil terkekeh, "Kalau kalian ingin menyusul mereka, pakai sajalah perahuku yang ada ditepi sungai itu."

Kakak beradik itu pun memberanikan diri untuk membawa perahu si kakek. Mereka berjanji akan mengembalikan perahu tersebut jika telah berhasil menemukan kedua orangtua mereka. Setelah mengucapkan terima kasih, mereka lalu menaiki perahu dan mendayungnya menuju ke seberang. Keduanya lupa akan rasa lapar yang membelit perut mereka karena rasa gembira setelah mengetahui keberadaan orangtua mereka. Akhirnya mereka sampai di seberang dan menambatkan perahu tersebut dalam sebuah anak sungai. Setelah dua hari lamanya berjalan dengan perut kosong, barulah mereka menemui ujung sebuah dusun yang jarang sekali penduduknya.

Tampaklah oleh mereka sebuah pondok yang kelihatannya baru dibangun. Perlahan-lahan mereka mendekati pondok itu. Dengan perasaan cemas dan ragu si kakak menaiki tangga dan memanggil-manggil penghuninya, sementara si adik berjalan mengitari pondok hingga ia menemukan jemuran pakaian yang ada di belakang pondok. Ia pun teringat pada baju ayahnya yang pernah dijahitnya karena sobek terkait duri, setelah didekatinya maka yakinlah ia bahwa itu memang baju ayahnya. Segera ia berlari menghampiri kakaknya sambil menunjukkan baju sang ayah yang ditemukannya di belakang. Tanpa pikir panjang lagi mereka pun memasuki pondok dan ternyata pondok tersebut memang berisi barang-barang milik ayah mereka.

Rupanya orangtua mereka terburu-buru pergi, sehingga di dapur masih ada periuk yang diletakkan diatas api yang masih menyala. Didalam periuk tersebut ada nasi yang telah menjadi bubur. Karena lapar, si kakak akhirnya melahap nasi bubur yang masih panas tersebut sepuas-puasnya. Adiknya yang baru menyusul ke dapur menjadi terkejut melihat apa yang sedang dikerjakan kakaknya, segera ia menyambar periuk yang isinya tinggal sedikit itu. Karena takut tidak kebagian, ia langsung melahap nasi bubur tersebut sekaligus dengan periuknya.

Karena bubur yang dimakan tersebut masih panas maka suhu badan mereka pun menjadi naik tak terhingga. Dalam keadaan tak karuan demikian, keduanya berlari kesana kemari hendak mencari sungai. Setiap pohon pisang yang mereka temui di kiri-kanan jalan menuju sungai, secara bergantian mereka peluk sehingga pohon pisang tersebut menjadi layu. Begitu mereka tiba di tepi sungai, segeralah mereka terjun ke dalamnya. Hampir bersamaan dengan itu, penghuni pondok yang memang benar adalah orangtua kedua anak yang malang itu terheran-heran ketika melihat banyak pohon pisang di sekitar pondok mereka menjadi layu dan hangus.

Namun mereka sangat terkejut ketika masuk kedalam pondok dan mejumpai sebuah bungkusan dan dua buah mandau kepunyaan kedua anaknya. Sang istri terus memeriksa isi pondok hingga ke dapur, dan dia tak menemukan lagi periuk yang tadi ditinggalkannya. Ia kemudian melaporkan hal itu kepada suaminya. Mereka kemudian bergegas turun dari pondok dan mengikuti jalan menuju sungai yang di kiri-kanannya banyak terdapat pohon pisang yang telah layu dan hangus.

Sesampainya di tepi sungai, terlihatlah oleh mereka dua makhluk yang bergerak kesana kemari didalam air sambil menyemburkan air dari kepalanya. Pikiran sang suami teringat pada rentetan kejadian yang mungkin sekali ada hubungannya dengan keluarga. Ia terperanjat karena tiba-tiba istrinya sudah tidak ada disampingnya. Rupanya ia menghilang secara gaib. Kini sadarlah sang suami bahwa istrinya bukanlah keturunan manusia biasa. Semenjak perkawinan mereka, sang istri memang tidak pernah mau menceritakan asal usulnya.

Tak lama berselang, penduduk desa datang berbondong-bondong ke tepi sungai untuk menyaksikan keanehan yang baru saja terjadi. Dua ekor ikan yang kepalanya mirip dengan kepala manusia sedang bergerak kesana kemari ditengah sungai sambil sekali-sekali muncul di permukaan dan menyemburkan air dari kepalanya. Masyarakat yang berada di tempat itu memperkirakan bahwa air semburan kedua makhluk tersebut panas sehingga dapat menyebabkan ikan-ikan kecil mati jika terkena semburannya.

Oleh masyarakat Kutai, ikan yang menyembur-nyemburkan air itu dinamakan ikan Pasut atau Pesut. Sementara masyarakat di pedalaman Mahakam menamakannya ikan Bawoi.***

Selasa, Oktober 13, 2009

GUA JATIJAJAR

Asal usul
Kompleks Gua wisata baik gua alam maupun buatan yang terletak sekitar 42 km barat daya Kebumen ini mencakup kawasan seluar 5,5 hektare. Objek wisata ini telah dilengkapi dengan prasarana wisata seperti tempat parkir, peturasan, tempat bermain, kios makanan, buah-buahan dan toko cindera mata.

Kompleks Gua Jatijajar mencakup Gua Jatijajar, Gua Dempok, dan Gua Intan. Kawasan ini berada sekitar 250 m di atas permukaan laut. Sistem pergunaan berkembang pada kehadiran fosil-fosil seperti Lepidocylina sumatrensis Brady, L. elegans Tan dan Cycloclypeus annulatus Martin selain menunjukkan umur batuan juga sekaligus menciri lingkungan asalnya, yaitu laut dangkal yang mempunyai kedalaman maksimum 60 m.

Kira-kira 14-11 juta tahun lalu daerah ini masih merupakan paparan laut dangkal, yang kemudian terangkat hingga ketinggiannya sekarang akibat sifat bumi yang dinamis. Tidak adanya sedimen lain yang menutupi lapisan batu gamping di daerah Gombong selatan menunjukkan jika sejak 10 juta tahun lalu daerah ini sudah berada di atas permukaan laut. Dihitung dari kurun waktu kurang dari 10 juta tahun telah terjadi pengangkatan setinggi lebih dari 300 m. Pengangkatan itu menyebabkan batuan terkekarkan dan tersesarkan. Curah hujan yang tinggi mempercepat terjadinya proses karstifikasi, membentuk kars sebagaimana terlihat sekarang.


Pintu Masuk Gua Jatijajar Tampak dari dalam


Gejala endokars ini mempunyai mulut gua yang berbangun melengkung tinggi dan lebar. Pada dinding pintu masuk sebelah kanan tersingkap sisa endapan sedimen gua yang kaya fosil moluska. Beberapa spesies grastropoda dan pelecypoda terawetkan baik pada lapisan lempung pasiran berwarna coklat tua. Sedimen berfosil ini dapat dikorelasikan dengan sedimen sejenis yang tersingkap di pintu masuk Gua Intan. Sediman di dalam Gua juga tersingkap pada sebuah sisa kanopi tua, beberapa meter dari pintu masuk. Cangkang-cangkang pipih pelecypoda pada sedimen gua ini tersusun secara alami ke arah utara sejajar dengan arah lorong utama masuk gua, yaitu utara-selatan. Bagian atap dan dinding pintu masuk gua dipenuhi oleh tulisan nama-nama pengunjung. Gravity yang paling tua tertanggal tahun 1805.


Patung Dinosaurus


Pembentukan kanopy di dekat pintu masuk Gua Jatijajar menunjukkan adanya sungai bawahtanah yang pernah aktif beberapa ratus ribu tahun yang lalu. Proses pengangkatan menyebabkan sungai menjadi kering, karena air mencari permukaan air tanah setempat yang letaknya lebih rendah. Sungai bawah tanah yang masih aktif di dalam Gua Jatijajar tersingkap melalui beberapa sendang, yang letaknya berkisar antara 1-3 m di bawah lorong fosil utama.

Sendang Kantil dan Sendang Mawar adalah kolam-kolam sungai bawah tanah yang dibuka untuk umum. Dua sendang lainnya yaitu Jombor dan Puserbumi tidak dapat dimasuki wisatawan umum, kecuali mendapat ijin dari pengelola kawasan wisata. Sebagai mata air, Sendang Puserbumi merupakan sebuah sumuran tegak bergaris tengah sekitar 50 cm. Sementara Sendang Jombor yang dihuni seekor pelus sepanjang lebih dari 1 m mempunyai sifon di dasarnya. Sifon ini dapat ditelusuri dengan metode penyelaman (cave diving). Beragam bentukan pengendapan ulang larutan CaCO3 jenuh yang indah dan mempesona dijumpai di dalam lorong gua dibalik sifon. Lorong gua sepanjang ratusan meter dihiasi dengan deretan gurdam dan air terjun. Lorong gua di bawah gua Jatijajar ini disiapkan menjadi objek wisata minat khusus. Untuk memasuki sendang di dalam Gua Jatijajar dikeramatkan dan dijadikan sebagai tempat berziarah.


Sendang Mawar


Lubang-lubang di dasar gua di dekat pintu masuk merupakan bekas-bekas penambangan fosfat guano. Ornamen gua (stalaktit, stalakmit, pilar, flowstone) umumnya sudah tidak aktif, meskipun di beberapa tempat terdapat tetesan dan leleran air melalui ujung-ujung stalaktit. Sebuah lubang di atap gua setinggi 24 m dari dasar gua, tidak jauh dari pilar besar berbangun membundar yang masih aktif, mengungkap sejarah penemuan gua pada tahun 1802 oleh Djayamenawi, Petani tersebut terperosok ke dalam gua melalui lubang yang ada dipermukaan, dan setelah tanah yang menutupi lorong dibersihkan ia menemukan lubang masuk, yaitu mulut gua sekarang.

Lorong Gua Jatijajar sepanjang 250 m, dengan lebar dan tinggi rata-rata 15-25 m, dapat dimasuki oleh wisatawan dengan mudah. Mulai tahun 1975, disepanjang lorong gua ditempatkan 32 buah patung yang menceritakan Legenda Raden Kamandaka. Di luar Gua menggambarkan kepurbaan Gua Jatijajar.



Kamandaka yang aslinya bernama Raden Banyak Contro adalah putera mahkota Kerajaan Pajajaran. Pusat pemerintahan Pasirluhur atau Galuh Timur pada abad 14 kira-kira berada di sekitar Baturaden (purwokerto), di lereng Gunung Slamet. Prabu Siliwangi raja Pajajaran pada waktu itu memiliki 2 permaisuri. Dari permaisuri pertama, Prabu Siliwangi berputra 2 orang yaitu Banyak Contro dan Banyak Ngampar. Karena permaisuri pertama meninggal, Prabu Siliwangi mengangkat permaisuri kedua, Dewi Kumudaningsih. Sebelumnya Dewi Kumudaningsih memberi syarat mau menjadi permaisuri jika anak laki-lakinya kelak dapat menjadi raja, menggantikan Prabu Siliwangi. Dari permaisuri kedua ini terturunkan Banyak Blabur dan Dewi Pamungkas.

Prabu Siliwangi yang sudah lanjut usia berencana mengangkat putra sulungnya, Banyak Contro, untuk menggantikannya. Permintaan itu ditolak oleh Banyak Contro, dengan alasan ia belum siap dan belum mempunyai pendamping. Ia hanya mau menikah dengan wanita yang mirip dengan mendiang ibunya. Untuk itu ia mengembara menuju gunung Tangkuban Perahu, menemui Ki Ajar Wirangrong. Oleh orang tua tersebut ia disuruh mengembara ke timur, menuju Kadipaten Pasir Luhur. Supaya cita-citanya beristri wanita cantik seperti ibunya terkabul, ia harus menanggalkan pakaiannya sebagai putera raja menjadi orang biasa. Banyak Contro selanjutnya menyamar menjadi orang kebanyakan, dan berganti nama menjadi Kamandaka.


Patung Raden Kamandaka


Setelah sampai di Pasir Luhur ia bertemu dengan Reksono patih Kadipaten Pasir Luhur yang menjadikannya sebagai anak angkat. Adipati Kandandoho, penguasa Kadipaten Pasir Luhur, mempunyai beberapa putri yang semuannya sudah bersuami kecuali putri bungsunya Dewi Ciptoroso. Wajah dan penampilan putri Pasir Luhur ini mirip dengan Ibu Kamandaka. Kamandaka berhasil menarik hati Dewi Ciptoroso. Tetapi pada suaru saat ketika mereka sedang berdua di taman keputren seorang prajurit kadipaten memergokinya. Kamandaka dikeroyok para prajurit, yang mengiranya sebagai pencuri. Karena kesaktiannya ia dapat meloloskan diri. Tetapi sebelumnya ia sempat mengatakan identitasnya, yaitu Kamandaka putra Patih Reksonoto. Adipati Patih Pasir Luhur murka, memanggil Patih Reksonoto supaya menangkap Kamandaka dan menyerahkan kepadanya.

Kamandaka yang melarikan diri dengan cara menceburkan diri ke sungai dilaporkan oleh Patih Reksonoto telah mati, hanyut di bawa arus sungai deras. Setelah jauh dari Pasir Luhur, Kamandaka naik ke darat berjalan menuju sebuah desa. Di Desa Paniagih ia bertemu janda miskin Mbok Kertosoro. Kamandaka selanjutnya diangkat menjadi anaknya. Mbok Kertosoro mempunyai seekor ayam jantan bernama Mercu, yang dirawat dengan baik oleh Kamandaka. Ke mana-mana ia pergi dengan ayam-ayam lainnya. Mercu selalu menang, sehingga akhirnya Kamandaka dikenal sebagai penyabung ayam yang hebat. Berita tersebut sampai di Kadipaten Pasir Luhur. Adipati Kandandoho sangat murka mendengar Kamandaka masih hidup. Ia memerintahkan prajuritnya untuk menangkap Kamandaka. Pada saat yang bersamaan, tiba-tiba muncul silihwarni. Silihwarni yang menawarkan dirinya menjadi abdi di Pasir Luhur diterima oleh Adipati Kandandoho, asal dapat membunuh Kamandaka.



Silihwarni sebenarnya adalah Banyak Ngampar, adik kandung Kamandaka. Ia mendapat tugas dari ayahnya Prabu Siliwangi mencari kakaknya. Untuk menjaga keselamatannya di perjalanan, Banyak Ngampar dibekali senjata kerajaan, kujang Pamungkas. Karena tidak tahu kalau Kamandaka adalah kakaknya yang dicari-cari Silihwarni berangkat bersama dengan sepasukan prajurit Pasir Luhur.

Akhirnya Silihwarni sampai di Desa Paniagih, bertemu dengan Kamandaka dan menantangnya bersabung ayam. Saat ayam jantan masing-masing bersabung, Silihwarni menikam Kamandaka yang sedang lengah dengan pusaka Kujang Pamungkas. Kamandaka terluka parah, tetapi ia dapat meloloskan diri. Tempat di mana Kamandaka dapat meloloskan diri dari kepungan prajurit Pasir Luhur dan Silihwarni sekarang dinamakan Desa Brobosan (mbrobos = meloloskan diri). Saat Kamandaka beristirahat di suatu tempat, darahnya mengucur deras dari luka di lambungnya. Tempat iru kemudian diberi nama Desa Bancaran (Bancar = deras). Silihwarni bersama prajurit Pasir Luhur terus mengejarnya, dibantu anjing-anjing pelacak. Seekor anjing dapat di bunuh oleh Kamandaka di suatu tempat, yang selanjutnya desa itu dinamakan Karang Anjing. Kamandaka terus lari ke arah timur, dan sampai di ujung jalan yang buntuk (selanjutnya tempat itu dinamakan Desa Buntu).

Setelah berlari cukup jauh akhirnya Kamandaka sampai di sebuah gua. Ia bersembunyi di dalamnya. Silihwarni yang kehilangan jejak, Ia berteriak-teriak menantang Kamandaka supaya ke luar dari tempat persembunyiannya. Kamandaka menjawab, bahwa sebenarnya ia adalah putra mahkota Pajajaran Banyak Contro. Mendengar jawaban itu Silihwarni terkejut dan iapun berkata kalau sebenarnya = (sejatine) Ia juga putra Prabu Siliwangi, Banyak Ngampar. Keduanya baru sadar kalau mereka adalah bersaudara.



Selanjutnya Kamandaka bertapa di gua tersebut dan mendapat petunjuk bahwa niatnya mempersunting Dewi Ciptoroso akan tercapai jika ia berpakaian lutung (kera) Dalam petunjuk itu ia diharuskan tinggal di Hutan Baturagung, baratdaya Baturaden. Di hutan itu Kamandaka yang sudah berubah menjadi kera bertemu dengan Dewi Ciptoroso, yang ketika itu mengikuti ayahnya Adipati Kandandoho berburu. Kera yang jinak jelmaan Kamandaka segera menarik perhatian Dewi Ciptoroso, yang menurut saja saat ditangkap dan dibawa ke Pasir Luhur. Sesampainya di Pasir Luhur kera tersebut tidak mau makan apa-apa, sehingga meninmbulkan kekhawatiran Adipati Kandandoho. Ia membuat sayembara, siapa yang dapat memberi makan kera tersebut maka ia berhak memeliharanya. Banyak orang mencobanya tetapi selalu gagal, kecuali Dewi Ciptoroso. Sesuai dengan sayembara maka kera itupun dipelihara oleh putri bungsu Pasir Luhur dan diberi nama Lutung Kasarung. Pada malam hari kera tersebut berubah ujud aslinya, yaitu Kamandaka. Sedang siang hari menjelma lagi menjadi kera. hal itu hanya diketahui oleh Dewi Ciptoroso.



Dikisahkan selanjutnya, Prabu Pule Bahas dari Nusa Kambangan ingin memperistri Dewi Ciptoroso, dan mengutus kerajaan untuk meminangnya. Jika keinginan tidak dikabulkan ia akan menghancurkan Kadipaten Pasir Luhur. Atas saran Lutung Kasarung, Dewi Ciptoroso menemui ayahnya dan mengatakan kalau ia bersedia menjadi istri Prabu Pule Bahas asal persyaratan yang akan diajukannya dipenuhi. Salah satu syarat itu adalah Dewi Ciptoroso diperbolehkan membawa Lutung Kasarung pada saat pengantin dipertemukan. Prabu Pule Bahas langsung menyetujui.

Ketika upacara pengantin berlansung Lutung Kasarung selalu mengganggu, sehingga menimbulkan kejengkelan Prabu Pule Bahas. Prabu Pule Bahas memukulnya dan keduanya berkelahi. Raja Nusakambangan akhirnya tewas, digigit Lutung Kasarung. Kematian raja tersebut mengubah ujud asli Lutung Kasarung, yaitu Kamandaka. Setelah menceritakan asal-usulnya, Kamandaka akhirnya dikawinkan dengan Dewi Ciptoroso. Berita itu akhirnya sampai di Kerajaan Pajajaran. Niat Prabu Siliwangi untuk menjadikan Kamandaka sebagai raja tidak kesampaian. Karena pantang bagi seseorang yang sudah terkena pusaka kerajaan Kujang Pamungkas menjadi raja Pajajaran. Akhirnya Kamandaka atau Banyak Cokro menjadi adipati di Pasir Luhur, menggantikan ayah Dewi Ciptoroso. Sedang Banyak Blabur menggantikan Prabu siliwangi menjadi raja di Pajajaran.

Kepercayaan Masyarakat


Sendang Kantil


Mata air atau sendang yang terdapat di dalam Gua Jatijajar dipercaya mempunyai khasiat tertentu, sehingga dikeramatkan. Air Sendang Puserbumi dan Jombor konon dapat digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tertentu. Sedang air Sendang Mawar dan Kantil jika untuk mencuci muka selain menjadi awet muda juga akan tercapai apa yang dicita-citakannya.

Kepercayaan yang dituturkan secara turun-temurun ini mengakar kuat di hati sanubari masyarakat Kebumen dan sekitarnya, sehigga pada hari-hari tertentu menurut penanggalan Jawa tempat tersebut ramai dikunjungi peziarah, terutama pada malam hari.

Gua Dempok


Segmen lorong gua sepanjang 50 m mulai dari pintu masuk merupakan bentukan alami hasil kegiatan sungai bawah tanah di masa lalu. Setempat, atap dan dinding gua dihiasi oleh stalaktit dan flowstone. Lubang di atap gua yang tembus ke permukaan (avent) berfungsi sebagai ventilasi alam, sehingga udara di dalam gua tetap segar. Lorong ini selanjutnya berhubungan dengan gua buatan, bekas penambangan kapur.

panjang Gua Dempok tidak lebih dari 100 m, dan menjadi unik karena merupakan gabungan antara gua alam dan gua buatan. Nama Dempok diambil dari nama pemilik lahan penambangan kapur. sisa-sisa kejayaan industri kapur tohor di masa lalu diabadikan dalam bentuk tobong pembakaran batu gamping, tidak jauh dari pintu masuk Gua Dempok.



panjang Gua Dempok tidak lebih dari 100 m, dan menjadi unik karena merupakan gabungan antara gua alam dan gua buatan. Nama Dempok diambil dari nama pemilik lahan penambangan kapur. sisa-sisa kejayaan industri kapur tohor di masa lalu diabadikan dalam bentuk tobong pembakaran batu gamping, tidak jauh dari pintu masuk Gua Dempok.

Gua Intan

Gejala endokars ini merupakan gua alam fosil yang penuh dengan ornamen yang masih aktif. Lorong-lorong di dalam Gua Intan yang berarah utara-selatan dan barat-timur genesanya berkaitan dengan pelarutan di sepanjang struktur retakan yang ada.

Sebuah stalaktit di dinding pintu masuk sebelah kanan dilingkupi oleh sedimen pasir lempungan berwarna merah kecoklatan. Sedimen tersebut mengandung fosil moluska, sehingga kehadirannya akan menguak sejarah pembentukan gua. Moluska adalah binatang darat yang hidup di sekitar gua. Ketika air hujan masuk ke dalam gua, binatang itu terangkut ke dalam gua bersama-sama dengan sedimen pasir dan lempung. Saat terjadi banjir seluruh lorong gua terendam air, dan sebuah stalaktit yang terletak 3 m dari dasar gua ditutupi oleh sedimen tersebut. Kumpulan fosil ini berumur Plistosen-Resen, sehingga Gua Intan setidaknya sudah ada sejak 1 juta tahun yang lalu.

Sebuah kubah besar berukuran 30 X 40 m dan tinggi maksimum 20 m dapat dicapai dengan melewati lubang sempit selebar 1 m. atap kubah dihiasi oleh stalaktit-stalaktit berukuran maksimum 1 m. Sebuah avent di atap kubah berfungsi sebagai ventilasi alam. Sekelompok stalaktit yang menyatu dengan stalakmit membantu pilar atau kolom setinggi beberapa meter yang indah. Ornamen gua di bagian ini umumnya masih aktif.

Di sebelah kanan ruangan pertama terdapat ruangan kedua yang disusun oleh batu gamping berlapis, dengan sebuah jembatan alam yang menghubungkan dinding kanan dan kiri ruangan. Jembatan ini merupakan sisa lapisan batu gamping yang sukar larut. Sedang lapisan batu gamping lunak di dasar jembatan sebagian besar telah habis, dikikis oleh aliran sungai bawah tanah yang pernah aktif di masa lalu. Ruangan kedua yang berukuran 20 X 40 m dan tinggi 15 m ini berakhir pada sebuah lubang sempit yang ditutupi oleh sedimen gua. lekuk-lekuk kecil di atap gua dipenuhi oleh kelelawar. Tidak adanya ventilasi di ruangan kedua ini menyebabkan udara di dalam gua sedikit panas dan pengap. Fermentasi kotoran kelelawar memungkinkan terbentuknya CO2 dan bau yang menyengat.

pantai logending



Pantai Logending, 8 km selatan Gua Jatijajar, atau 53 km dari kota Kabupaten Kebumen, tepatnya di Desa/Kecamatan Ayah, merupakan obyek wisata pantai yang memiliki keindahan alam sangat menawan. Dari kondisinya, yang berada di antara laut selatan dengan kawasan hutan jati milik Perum Perhutani KPH kedu selatan ini, merupakan kombinasi atau perpaduan antara pantai dan hutan, seperti itu jarang kita jumpai. Untuk di jawa Tengah mungkin hanya ada di kota yang berslogan "BERIMAN" ini.



Pantai wisatanya cukup luas, apalagi saat ini sudah bebas pandangan, dengan dilarangnya mendirikan warung-warung di sentral pandangan. Sehingga para wisatawan bisa lebih asyik menikmati pemandangan yang ada tanpa terganggu pandangan yang kurang sedap. Selain pantainya yang cukup lapang, para wisatawan juga bisa menikmati indahnya muara sungai Bodo, dengan perahu-perahu pesiar yang disediakan para nelayan setempat. Dengan perahu-perahu tradisional, maupun perahu tempel, kita bisa menelusuri muara sungan Bodo yang merupakan pemisah antara wilayah Kabupaten Kebumen dengan Kabupaten Cilacap. Selain air sungai Bodo yang tenang, rimbunnya pohon-pohon playau di tepian sungai, serta lebatnya hutan jati milik perhutani, menambah indahnya pemandangan.

Wisata Alam dan Bumi Perkemahan



Kondisi pantai Logending sangat menawan, meskipun sampai saat ini bisa dikatakan belum dikelola secara intensif, serta belum adanya pihak luar yang ikut campur tangan menanganinya, namun sudah mengundang banyak wisatawan termasuk wisatawan mancanegara. Para wisatawan tidak bakal dibuat kecewa, dengan kondisi obyek wisata Logending yang sudah dikenal sejak lama. Apalagi bagi para remaja yang suka dengan petualang dan kemping. Di lokasi dan sekitar obyek wisata ini memang sangat tepat dijadikan medan penelusuran wisata alam dan spyolologi bahkan banyak pula para remaja yang tergabung dalam kelompok pecinta alam, seperti pramuka saka wanabhakti yang melakukan kegiatan jumping (panjat tebing) dan melakukan kegiatan giri wana relly di lokasi hutan setempat.



Biasanya, bagi pencinta alam maupun wisatawan yang baru melakukan kegiatan giri wana rely, ataupun kegiatan penelitian seputar kawasan obyek wisata dan hutan setempat, selanjutnya mereka tetap berada di pantai Logending dengan mendirikan tenda-tenda perekemahan pada malam harinya. Karena di lokasi obyek wisata Logending ini, oleh Perum Perhutani disediakan lokasi untuk perkemahan. Dari sisi lain yang menarik obyek wisata dan bumi perkemahan Pantai Logending ini, dan saat ini belum diketahui secara luas adalah, terdapat tanaman yang tergolong langka. Tanaman langka yang jarang ditemui di Jawa maupun di luar Jawa, saat ini tumbuh sangat subur dan sudah besar-besar. Tepatnya berada di lokasi wana wisata setempat, yaitu pohon Mahoni Afrika. Dari sangat langkanya di daerah lain, Logending ini sering dijadikan obyek penelitian oleh berbagai pakar dan mahasiswa yang berkait erat dengan tumbuh-tumbuhan, khususnya di lingkungan Perum Perhutani. Saat ini, di tempat itu pula dijadikan lokasi pembitian Mahoni Afrika yang selanjutnya akan dikembangkan di berbagai wilayah Jawa ini.

Sarana dan Fasilitas



Obyek wisata pantai Logending, lokasinya sangat strategis, karena berada pada jalur lalulintas umum yang menghubungkan masyarakat di atas pegunungan, seperti, Argopeni, Karangduwur dan sebagainya dengan masyarakat di bawah pegunungan. Sarana jalan, dari Gombong hingga wilayah pegunungan yang melewati obyek wisata Logending, sangatlah mudah. Jalan beraspal hotmik, dengan bahu badan lebar, sangat memungkinkan untuk dilalui bus-bus besar. Di lokasi obyek wisata, tersedia perparkiran yang cukup luas, bisa menampung lebih dari 50 bus. Tersedianya fasilitas MSK yang lengkap dengan tempat beribadah dan penginapan (Wisma). Juga fasilitas permainan anak-anak, perahu-perahu nelayan yang difungsikan sebagai perahu pesiar, dan hampir setahun sekali obyek wisata ini diadakan lomba perahu tradisional.

Ketenangan



Bagi pengunjung obyek wisata Pantai Logending Ayah, pihak pengelola selalu siap siaga membantu memberikan perlindungan. Selain setiap pengunjung diasuransikan melalui Jasa Raharja yang pembayaran preminya diserahkan dalam karcis masuk, para petugas sebelumnya selalu memberikan penyuluhan kepada pengunjung, berkait dengan kondisi obyek wisata yang ada, tanpa mengurangi kebebasan mereka menikmati keindahan obyek wisata. Keamanan dan ketenangan pengunjung lebih terjamin, karena ditunjang dengan keramah-tamahan penduduk sekitar obyek yang banyak melakukan aktifitasnya di kawasan obyek itu sendiri.

Kenang-kenangan

Sebagai obyek wisata yang berada di sekitar hutan dan pantai yang di huni oleh penduduk, dengan sebagian besar sebagai nelayan dan pengrajin gula kelapa, dari kondisi alamnya itu sendiri, keindahannya tidak bakal bisa dilupakan sepanjang zaman. Bagi pengunjung yang menginginkan souvenir, baik itu makanan khas berupa grobi, gula kelapa, maupun ikan hasil tangkapan para nelayan, juga tersedia aneka souvenir berupa kerajinan anyaman-anyaman pandan, kerajinan kece dan sebagainya. Untuk mendapatkan souvenir cukup mudah, karena toko-toko souvenir letaknya berada di lokasi parkir, berjajar dengan rumah sederhana yang murah, meriah, namum penuh gizi, karena banyak menyediakan ikan segar.

Riwayat Singkat

Sejak zaman pendudukan Belanda dan berkepentingan Jepang di Indonesia, Pantai Logending sudah merupakan tempat pesiar (plesiran). Seperti di tuturkan Sastro (60), juru kunci makan Selo Kabut yang diyakini oleh penduduk setempat sebagai makan Ki Ajar Tonggo. Ki Ajar Tonggo adalah seorang pintar yang mukim di Pantai Ayah, saat Ayah dikuasai dan diperintah oleh Adipati Suronegoro dan Kartonegoro I. Dan pada saat Jepang menduduki Indonesia, wilayah Ayah, rupanya merupakan salah satu tempat strategis yang dijadikan tempat pengintaian dan pos penjagaan, hal itu bisa dibuktikan dengan masih adanya peninggalan bangunan semacam benteng, baik di tepi pantai, maupun di atas pengunungan Gajah. Menurut penduduk setempat, bangunan-bangunan tadi merupakan tempat pengintaian untuk mengetahui tentara-tentara musuh dari arah barat, yaitu dari arah Cilacap dan Nusakambangan dengan mempergunakan perahu. Begitu pula, saat terjadi pergolakan revolusi di tahun 48 - 50, kawasan hutan setempat dijadikan tempat pelarian dan persembunyian tentara-tentara pejuang. namun sampai saat ini belum ada data yang menunjukkan, bahwa di kawasan itu dijadikan markas.

© kebumenkab.go.id

Pantai Petanahan

>

Pantai Petanahan merupakan Obyek wisata tahunan. Ini mengingat pengunjung yang datang ke Obwis (Obyek Wisata) tersebut, paling dalam satu tahun hanya dua kali. Lebaran Idul Fitri dan pada hari raya Idul Adha, atau hari raya Qurban.

Hanya saja, Obwis tersebut mempunyai keunikan tersendiri dibanding Obwis lainnya di Kabupaten Kebumen. Pengunjungnya bukan hanya dari luar Kabupaten Kebumen, tetapi masyarakat di sekitar lokasi tersebut, yakni masyarakat kecamatan Petanahan tetap menyempatkan diri untuk datang ke pantai tersebut.

Pantai yang terletak di Desa Karanggadung Kecamatan Petanahan ini, nampaknya memang mempunyai kekhasan tersendiri. Seolah ada daya pikat bagi pengunjung yang pernah datang. Sekalipun mereka hanya untuk menikmati deburan ombak laut yang seolah berkejaran tak ada henti-hentinya.

Sekalipun panas terik matahari menyengat tubuh Wisatawan yang datang ke Pantai tersebut, misalnya di saat hari raya Idul Fitri, terutama pada hari ke tujuh dan ke delapan. Namun pengunjung tak ada hentinya sampai malam hari. Padahal, mereka ini harus datang berhimpit sampai ke Pantai Petanahan.

Pandan Cemara



Tidak seperti Pantai di Kabupaten Kebumen lainnya, pengunjung bisa menikmati deburan ombak dan menyaksikan hamparan laut selatan ini seolah tak ada batasnya. Ini salah satu yang membuat pengunjung merasa puas datang ke Obwis tersebut.

Setelah berjalan-jalan menelusuri pantai yang begitu luas, dengan menyaksikan deburan ombak laut yang bekejar-kejaran, kita bisa menyaksikannya dengan duduk-duduk santai di pengunungan pantai tersebut yang sekelilingnya ini terdapat tumbuhan cemara dan pohon pandan yang mempunyai mitos sendiri.

Duduk bercanda dan bercengkrama menyaksikan lalut begitu indahnya bisa melupakan semua persoalan yang kita hadapi. Selain itu, akan mengingatkan kita akan kebesaran Tuhan yang telah menciptakan bumi dan isinya, termasuk laut Petanahan yang sedang kita saksikan bersama keluaraga, atau bisa jadi dengan pacar dan di laut ini pula kita sering bertemu dengan teman yang sudah lama tak jumpa.

Dibangun



Tak bedanya dengan seorang gadis yang mulai senang berdandan, pantai Petanahan ini juga mulai berbenah diri. Sekalipun sekarang keadaanya belum selesai, karena melalui beberapa tahapan, namun perubahan Obwis tersebut sudah kelihatan tertata apik dan menjanjikan sesuatu yang baru bagi pengunjung yang datang.

Sekarang sudah mulai bisa kita lihat adanya gedung kantor,panggung hiburan, sekalipun belum selesai dikerjakan, namun dapatlah kita beristirahat di gardu pandang yang memang disediakan oleh Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya Kabupaten Kebumen. Selain itu, jalan menuju pantai Petanahan ini sangat mulus.

Perubahan lain yang bisa kita saksikan pada Garis Pantai Petanahan ini adalah adanya pembangunan Pendopo di dekat pesanggrahan Pandan Kuning yang memang mempunyai mitos tersendiri bagi mereka yang gemar melakukan semedi.

Selain itu, pengunjung Pantai Petanahan ini sekarang sudah ada perubahan yang begitu pesat. Jadi, ramainya bukan hanya saat lebaran atau hari besar lainnya. Penduduk sekitar Kecamatan Petanahan, Puring, Klirong, Adimulyo, bahkan ada yang datang dari Gombong dan Kebumen tiap hari Minggu pagi pantai tersebut dimanfaatkan untuk sarana olahraga.

Ada yang datang dengan jalan kaki berkilo-kilo, ada yang menggunakan sepeda, juga tak sedikit yang menggunakan sepeda motor. Begitu sampai di pantai, mereka langsung jalan-jalan atau lari ke sana-kemari. Setelah itu, mereka bisa beristirahat dengan menikmati minuman Nira dan makan nasi kuning yang dibungkus kecil-kecil, atau menikmati makanan lainnya yang juga cukup murah.

Cinta Sejati



Kebanyakan pengunjung di Obwis Pantai Petanahan ini memang kalangan remaja. Lebih khusus, mereka kebanyakan datang berdua dengan sang kekasih. Secara mitos, ini tentu bisa kita terima. Sebab, di Pantai tersebut ada kisah cinta yang memang cukup menarik untuk disimak.

Menurut para sesepuh, tokoh masyarakat dan buku legenda yang ditulis oleh Dinas Pariwisata setempat, pada sekitar tahun 1601, yakni pada masa pemerintahan Mataran yang Rajanya Sutawijaya, terlahirlah seorang gadis cantik dan jelita yang bernama Dewi Sulastri.

Hidungnya yang mancung dengan mukannya lonjong bagai telor, kulitnya yang juga kuning dan rambut panjang terurai, menambah kece Sulastri. Kelebihan lainnya, gadis keturunan bangsawan ini ternyata tak mempunyai watak sombong, di mana cewek kece ini selalu bersikap ramah pada siapapun.

Namun begitu, darah bangsawan yang bernama Lastri, panggilan akrab Sulastri ternyata merasa terkekang dengan adat yang terjadi di lingkungannya. Sebab, Lastri ini adalah anak dari seorang Bupati Pucang Kembar. Ayahnya tak lain adalah Bupati Citro Kusumo yang memang cukup disegani oleh warganya.

Ternyata, Sulastri ini oleh ayahnya telah dicalonkan dengan Joko Puring. Seorang Adipati di Bulupitu. Sayang, dara jelita ini tak mau dijodohkan dengan lelaki bernama Joko Puring. Katanya sekalipun Adipati yang bernama Joko Puring ini juga cukup keren, namun Lastri tak merasa adanya getaran cinta.

Makanya, begitu ada seorang bernama Raden Sujono, sekalipun hanya seorang anak Demang dari Wonokusumo, yang datang untuk mengabdi menjadi seorang pembantu, Lastri dengan berbagai argumentasi pada ayahnya agar orang tersebut diterima sebagai abdi dalem di Pucang Kembar.



Rupanya Bupati Citrokusumo tak kuasa menolak keinginan anaknya dan diterimalah Raden Sujono sebagai Abdi di Pucang Kembar. Padalah, Joko Puring sebelumnya juga telah mengajukan argumentasi pada Camernya (Calon mertuanya), agar menolak keinginan Raden Sujono sebagai Abdi di Pucang Kembar.

Terjadilah cinta segitiga antara Joko Puring dan Raden Sujono yang sama-sama mencintai Dewi Sulastri yang cukup kece itu. Bedanya, cinta Raden Sujono bahkan sangat diharapkan oleh putri citra Pucang Kembar, sedang Joko Puring cintanya tak kesampaian.

Cinta segitiga ini akhirnya berkembang menjadi huru-hara bagi Kabupaten Pucang Kembar. Namun dengan modal tampan dan kesungguhannya, Raden Sujono berhasil mempersunting Ratu Ayu Kabupaten Pucang Kembar menggantikan Citro Kusumo menjadi bupati di Kabupaten tersebut.

Prahara cinta ini tak berhenti sampai di sini, sekalipun sudah dipertaruhkan dengan adanya Sayembara dan dimenangkan oleh Raden Sujono. Buntutnya ketka suami Sulastri sedang menjalankan tugas negara memberantas berandal, atau preman-preman, secara ekbetulan Joko Puring bisa membawa lari Sulastri sampai ke Pantai Karanggadung yang sekarang dikenal sebagai Pantai Petanahan.

Tetapi hal tersebut diketahui oleh Raden Sujono dan akhirnya terjadi lagi pertarungan yang maha dahsyat dua satria yang memang punya kesaktian. Namun begitu, Sulastri akhirnya bisa direbut kembali oleh suaminya. Dalam versi lain disebutkan, bahwa ketika Sulastri diikat pada pohon Pandan ternyata ada suatu keajaiban.

Pandan tersebut beruabah menjadi Pandan Kuning dan nama tersebut digunakan untuk memberi nama tempat istirahatnya Sulastri dan suaminya, setelah Joko Puring berhasil dihalau pergi entah kemana. Sedang Sulastri yang telah dibawa pergi oleh Joko Puring tetap tak mau menerima cinta Joko Puring seklipun diancam akan dibunuh.

Inilah kesetiaan dari Dewi Sulastri terhadap suaminya yang sejak awal memang didambakan. Prinsipnya, sekalipun ditinggal tugas oleh suaminya sekian lama, toh tak mengurangi kadar cintanya, bahkan sudah tak ada tempat lagi bagi lelaki lain.

Begitu perjuangan mempertahankan istrinya dari Joko Puring berhasil, kedua pengantin baru ini mempertahankan istrinya dari Joko Puring berhasil, kedua pengantin baru ini beristirahat di bawah semak-semak pandan yang ada di Pantai Petanahan yang indah tersebut. Apalagi keduanya sudah lama berpisah, tentu merupakan saat terindah bagi Sulastri dan Raden Sujono.

Ny. Loro Kidul



Begitu keduanya cukup beristirahat dan memadu kasih, segeralah keduanya meninggalkan pandan yang rimbun tersebut yang telah mengukir cinta keduanya. namun sebelumnya, Raden Sujono konon ditemui oleh Ny Loro Kidul. Maksudnya tempat yang telah digunakan oleh keduanya beristirahat ini diminta menjadi tempat peristirahatan, atau pesanggrahan Ny. Loro Kidul.

Sejak itu pula, sepeninggalan Dewi Sulastri si mantan Putri Citra Pucang Kembar, dengan leluasa tempat tersebut digunakan oleh Ny. Loro Kidul. Sejak itu pula, tempat tersebut dimanfaatkan orang untuk semedi dan mengheningkan cipta.

Menurut beberapa sumber, banyak sudah orang yang percaya melakukan tapa di tempat tersebut yang berhasil, bahkan ada yang sampai membangun tempat tersebut. Selain itu, orang-orang yang merasa berhasil semedi di tempat ini setiap malam Jum'at Kliwon Bulan Syura diadakan upacara larungan. Ini dimulai sejak siang hari sampai menjelang ayam berkokok.

Inilah barangkali yang membuat Pantai Petanahan mempunyai daya pikat sendiri bagi pengunjungnya, sekalipun di tempat tersebut tak diadakan sesuatu hiburan. apalag sekarang Pantai Petanahan ini sudah mulai tertata rapi, tentu merupakan tempat rekreasi yang sangat didambakan oleh wisatawan.

Dengan berjalan menyaksikan pegunungan pasir, daun cemara yang terlihat menguning dan tanaman pandan sepanjang jalan mengantar kita untuk menyaksikan deburan ombak Pantai Petanahan yang seolah menyambut kedatangan Wisatawan. Tidak salah, kalau ada yang mengatakan, pantai tersebut memang cukup indah.

GUA PETRUK


Batu Bapak Jenggot


Gua Petruk merupakan salah Obyek wisata di Kabupaten Kebumen. Obwis (obyek dan Pantai Logending, dimana lokasinya berada di dukuh Mandayana Desa Candirenggo Kecamatan Ayah, kabupaten Kebumen, atau sekitar 4,5 km dari Jatijajar menuju ke arah selatan.

Mendengar nama Petruk, orang tentu akan teringat nama Ponokawan anak Ki Semar yang berbadan tinggi, namun hidungnya sangat mancung. Konon, dalam cerita pewayangan, Petruk ini anak dari lelembut Banaspati yang kemudian diambil anak oleh Ki Semar dan Petruk ini dikenal mempunyai banyak akal.

Sayangnya orang telah banyak mendengar Goa Petruk, tetapi masih enggan untuk mengunjungi obwis tersebut. Cukup beralasan barang kali, memang karena untuk masuk Goa Petruk ini diperlukan persiapan yang cukup. Lagi pula, percuma kalau datang ke Goa Petruk ini hanya mengintip dari mulut Goa Petruk ini hanya mengintip dari mulut Goa yang menganga cukup lebar.

Perlu diketahui, bahwa di dalam Goa yang mungkin terlihat cukup menakutkan, karena tak ada pijaran atau nyala lampu seperti di Goa Jatijajar, atau Goa lain yang ada di Indonesia. Namun Goa Petruk ini menurut catatan Doktor Koo, seorang pakar Goa dari luar negeri mengatakan, bahwa Goa Petruk ini merupakan Goa terindah di seantero Nusantara.

Untuk itu, pakar Goa ini meminta pada Pemda Kebumen, agar Gua tersebut tetap dijaga kealamiannnya. Bahkan, untuk diterangi dengan listrik, juga tak diperkenankan. Namun pengunjung jangan khawatir, di sini tersedia Guide atau pemandu yang selalu siap mengantar disertai dengan peralatan lampu yang memadai.

Tiga Goa Goa Petruk ini sebetulnya terbagimenjadi tiga bagian. Bagian pertama atau di lantai I hanya terdapat kelelawar dengan bau kurang sedap dan beterbangan ke sana kemari. Sedang untuk Goa kedua dalam lokasi tersebut diberi nama Goa Semar.

Dalam Goa inilah kita akan disuguhi dengan pemandangan dari bebatuan yang cukup indah dan mempesona. Bahkan ada yang mengatakan, masuk Gua Petruk laksana melihat alam yang tiada taranya karena terdapat batu stalaktit dan stalagmit yang mempesona dan menyerupai berbagai bentuk.

Sedang gua yang terakhir, disebut Goa Petruk, karena dalam Goa tersebutlah sebetulnya terdapat batu yang mempunyai ujud seperti hidungnya Petruk. Sayang, karena ulah Belanda yang waktu itu melakukan penambangan phosfat, hidung Petruk yang merupakan Logo dari Goa tersebut putus dan kini sudah tak kelihatan lagi.

Tapi bukan itu sebetulnya yang ditawarkan oleh goa tersebut, di mana keindahan goa tersebut bukan dari hidung Petruk yang sangat mancung, tetapi panoramanya yang memang cukup indah. Untuk itu tidak ada salahnya kalau wisatawan bahkan memerlukan waktu berjam-jam berada di Goa Petruk ini.

Batu Payudara


Batu Payudara


Begitu memasuki mulut goa, dan kita masuk di gua Semar yang dikenal banyak senyum ini, memang gua ini menjanjikan kita untuk kagum dan mengagumi gua tersebut. Tak salah, kalau Diparta Kebumen memberinya nama Gua Semar. Sebab, di gua tersebut orang akan tersenyum kagum melihat stalagtit dan stalagmit yang aneh-aneh.

Batuan yang paling ujung di sini adalah batu yang diberinya nama Batu Payudara, atau orang menyebutnya sebagai batu susu. Tentu nama ini bukan sekedar mencari popularitasnya saja, yakni mengambil nama sedikit porno. Kenyataannya batuan stalagtit ini memang berbentuk seperti putik-putik seorang ibu yang sedang menyusui.

Stalagtit ini bukan satu dua, tetapi jumlahnya puluhan, sehingga orang sampai di ujung Gas Semar (gua kedua) di Gua Petruk ini diingatkan pada masa kanak-kanak, di mana kita semua tentu pernah menyusu pada Ibu dan ASI inilah yang membuat kita tumbuh menjadi remaja dan seterusnya.

Batu Dasi
Kalau kita pernah baca ada petani berdasi, atau ada preman berdasi dan nelayan berdasi, Gua Petruk sebetulnya paling utama mempunyai istilah tersebut, sebab, dalam gua tersebut ada pula batuan yang mirip sekali sebuah dasi, tak aneh bila ada menyebutnya sebagai Batu Berdasi.

Selain berbentuk mirip dasi, nampak seperti goresan lukisan seorang pelukis yang cukup ternama tentunya. Bahkan, mirip ada warna di sana-sini yang membuat keindahan stalagmit batu berdasi ini, nampak sebuah lukisan yang cukup berbobot, sepertinya bekas sebuah sapuan kuas yang begitu rapinya.

Begitu juga dengan Gajah yang kalau di Lampung cukup merepotkan, karena sering merusak tanaman. Untuk itu, Pemda setempat sampai mengeluarkan dana yang tidak sedikit untuk mendirikan sebuah Sekolah Gajah. Tetapi di Gua Petruk ini, terdapat Stalagmit yang menyerupai bentuk Gajah.

Tentu saja, Gajah di sini tidak liar sepertinya di Lampung, sebelum hewan berbelalai panjang ini disekolahkan. Gajah di sini bahkan terlihat nampak indah dan mempesona. Sepertinya, kita memasuki sebuah Kebun Binatang yang khusus hanya untuk hewan Gajah.

Tak Apalah, kalau kita tak bisa melihat lagi hidung Petruk di Obwis tersebut. Sebab, kita masih bisa menyaksikan batuan stalagmit yang mirip Ki Lurah Semar dalam cerita pewayangan. Semar yang sebetulnya merupakan perwujudan dari Dewa yang mengejo wantah ini terlihat begitu menawan.

Sendang dan Air Terjun




Semakin kita masuk ke dalam Goa Petruk ini, kita semakin penasaran dengan batuan yang begitu indah. Sebab, di sini terdapat pula batuan yang mirip tempat tidur, atau pelaminan seorang pengantin baru. Ada lagi batu yang menyerupai sebuah lumbung padi, sehingga batuan tersebut di beri nama batu lumbung.

Jangan takut, kalau dalam Gua Petruk ini kita melihat sebuah batu yang mirip sekali dengan sebuah Mayit yang tergeletak. Bukan hanya bentuknya, tetapi warna dari batu tersebut memang tampak putih, bak sebuah kain mori yang membungkus sebuah Mayit yang siap untuk dimakamkan. Tetapi begitu indah bebatuannya.

Bukan Gua Petruk, kalau tidak menyimpan sejumlah bebatuan yang beraneka ragam bentuk yang begitu menawan, indah dan membuat orang yang melihatnya berdecak-decak kekaguman. Bahkan, membuat orang enggan keluar dari gua tersebut. Bukan tanpa alasan, kaerna dalam gua ini juga dapat terlihat adanya sejumlah sendang dan air terjun yang bahkan airnya mirip busa sabun.

Sambil menikmati bebatuan yang banyak aneka ragam dan bentuknya, telinga kita akan mendengarkan bunyi tik ...tik. .. tiiiikkkk, dari air yang jatuh dari langit gua, atau dari bebatuan yang indah, sehingga menambah kenyamanan kita untuk menyaksikan keajaiban Tuhan Pencipta Alam Semesta.

Untuk mengunjungi gua Petruk ini, sebaiknya kita telah mempersiapkan peralatan berupa sepatu dari plastik atau kare, sehingga tidak bisa tembus air. Tetapi, jangan gunakan sepatu yang berhak tinggi yang nantinya bahkan cukup merepotkan.

Peralatan lain yang perlu dipersiapkan adalah senter yang cukup terang dan topi untuk menghindari benturan. Bila perlu, kita bawa Kamera dengan lampu blitz yang baik. Dengan demikian kita bisa menyaksikan keindahan Stalagmit dan Stalaktit Gua Petruk sekaligus diabadikan. Sesampai di rumah, kalai diperlukan, photo-photo Gua Petruk ini bisa dipajang untuk hiasan dinding yang cukup indah.

Objek Wisata di Rembang

Museum Kamar Pengabadian R.A.Kartini Obyek wisata Musium Kamar Pengabadian R.A.Kartini berada di Desa Kuthoharjo Kecamatan Rembang jarak 300 M dari pusat kota Rembang yang menempati salah satu ruangan Rumah Dinas Bupati Kepala Daerah Tk II Rembang. Untuk menuju ke musium sangatlah mudah dijangkau dengan kendaraan umum. Banyak wisatawan yang berkunjung di sana samping mengenang sejarah Pahlawan wanita ini yakni R.A. Kartini juga akan melihat langsung sejarah peninggalannya yakni : Tulisan asli Kartini, Kamar pengabadiannya dimana kamar tersebut sebagai tempat untuk memperjuangkan Emansipasi wanita sehingga sampai beliau diberi gelar Pahlawan Wanita, sebagai lukisan R.A. Kartini dari putra satu-satunya yakni RM Susalit. Untuk mengetahui sejar mana dan bagaimana latar belakang R.A. Kartini, di Obyek wisata tersebut disediakan Pramuwisata yang berusaha memberikan pelayanan dengan memuaskan dikandung maksud agar para wisatawan senang untuk berkunjung di Obyek wisata ini. Sedang dalam lokasi tersebut, para pengunjung bisa menyaksikan gedung tempat R.A. Kartini dahulu mengajar atau mengamalkan ilmunya kepada para anak didiknya. Bangunan asli tersebut terletak satu lokasi kurang lebih 150 m dengan museum R.A. Kartini.

Taman Rekreasi Pantai Kartini
Obyek wisata Taman Rekreasi Pantai Kartini; berada di desa Tasik Agung, Kecamatan Rembang. Jarak dari pusat kota Rembang ± 500 M dan mudah dijangkau dengan kendaraan umum, Obyek wisata ini mempunyai nilai sejarah, Konon Pantai di obyek wisata tersebut, dipergunakan untuk upacara sedekah laut, sedangkan tujuannya agar para nelayan mendapat keselamatan dan mendapatkan hasil perolehan ikan yang banyak. Namun sekarang nelayan telah menyelenggarakan upacara tradisi itu di masing-masing desanya.
Adapun di Obyek wisata Taman Rekreasi Pantai Kartini tersebut setiap setahun sekali masih dilaksanakan upacara tradisi yakni Lomban atau yang disebut dengan syawalan, dimana para wisatawan baik wisatawan nusantara maupun mancanegara datang pada saat acara tersebut diselenggarakan yaitu pada hari ke-5 setelah Hari Raya Idul Fitri. Biasanya kegiatan yang dilakukan oleh para wisatawan beramai-ramai bersama keluarga naik perahu menuju pulau Marongan yang konon juga bersejarah. Agar para wisatawan dapat memperoleh kenangan setelah pulang di daerah tempat tinggal masing-masing, maka setiap hari besar atau dua kali dalam satu bulan pada hari Minggu di Obyek wisata tersebut di gelar pentas seni kesenian Daerah, dan para wisatawan juga dapat menikmati makanan khas daerah Rembang yang tersedia pada saat itu Cindera mata khas Rembang yang perolehannya dari benda-benda laut dengan bentuk dan motif yang bagus juga tersedia di sana.

Jangkar Dampu Awang
Jangkar Dampu Awang berukuran : panjang 4 M, panjang mata jangkar 2,5 M, berada di Obyek Wisata Taman Rekreasi Pantai Kartini, dimana jangkar ini konon sampai terdampar di Rembang akibat persengketaan antara Sunan Bonang dengan Dampu AWang, sehingga perahu Dampu Awang hancur sedangkan layarnya tertinggal di Bonang - Lasem, adapun jangkarnya tertinggal di Rembang. Jangkar yang mempunyai nilai sejarah ini dianggap keramat karena tidak ada yang dapat memindahkan selain dengah kekuatan Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang berhasil dengan perantara jangkar tersebut penyakit yang diderita bisa sembuh, itulah keajaiban yang diberikan oleh Allah.

Banyu Kuwung
Obyek Wisata Banyu Kuwung terletak di desa Sudo Kecamatan Sulang ± 7,5 Km ke arah selatan kota Rembang. Obyek Wisata Banyu Kuwung ini banyak dikunjungi oleh para wisatawan karena selain pemandangannya yang indah juga tersedia fasilitas air yang bersih dan melimpah Bagi yang hoby memancing sangatlah tepat untuk berkunjung di sana, karena sambil berimajinasi bisa mendapatkan ikan sambi bersantai bersama keluarga untuk menghirup udara yang segar dan suasana yang nyaman pula.

Makam R.A Kartini
R.A. Kartini wafat pada tahun 1904 dan dimakamkan di desa Bulu Kecamatan Bulu, terletak 17,5 Km ke arah selatan kota Rembang. Lokasi tersebut mudah dijangkau dengan kendaraan umum.
Banyak wisatawan yang berziarah di sana apalagi pada tanggal kelahirannya yakni setiap tanggal 21 April. Di lokasi tersebut terdapat pula makam suami dan putra satu-satunya R.A. Kartini juga makam keluarga Bupati Rembang pada masa Kepemimpinan R.M.A.A. Djoyodiningrat. Setelah berziarah biasanya para Wisatawan menikmati makanan khas dan berbagai Cinderamata yang telah dipamerkan di lokasi obyek tersebut. Sebagai kenangan tersendiri setelah pulang di daerah masing-masing.

Wana Wisata Kartini Mantingan
Obyek Wisata ini berlokasi di desa Mantingan, Kecamatan Bulu terletak 22 Km dari kota Rembang dan mudah dijangkau dengan kendaraan umum yakni Rembang Blora. Bumi perkemahan yang teduh karena terlindung oleh Hutan Jati ini, adalah Obyek Wisata yang sangat tepat untuk berekreasi bersama keluarga sambil menikmati alam yang sejuk dan indah Bagi wisatawan yang gemar berolahraga renang disediakan kolam renang, dengan air yang bersih dan disediakan pula lapangan tenis. Selain itu bagi yang hobby kemping silahkan berkunjung di Obyek Wisata ini karena dengan hutan lindungnya yang lebat dan teduh sambil melihat koleksi binatang yang dijangkar di sana.

Rimba Pasucen
Obyek wisata yang berlokasi di desa Pasucen, Kecamatan Gunem ini terletak ± 30 Km dari kota Rembang. ± 7 km sebelah timur bumi perkemahan Mantingan. Untuk menuju lokasi tersebut lewat Bulu, karena Obyek Wisata ini sangat potensial namun masih diperlukan sarana yang menunjang terutama fasilitas transportasi. Untuk menuju lokasi Obyek, jalan masih berbatu dan harus melewati kawasan hutan sepanjang ± 10 Km
Obyek wisata ini sangat bersejarah hal ini terbukti dengan adanya 3 macam Goa yakni Goa Pajangan, Goa Joglo dan Goa Jcgong yang konon sebagai tempat persembunyian Blancak Ngilo yang memusuhi Sunan Bonang dan juga terdapat air bersih yang konon ceritanya bekas tancapan tongkat Sunan Bonang. Bagi wisatawan yang ingin memperoleh cerita lebih jelas dan melihat langsung peninggalan-peninggalan yang bersejarah segeralah kunjungi Obyek Wisata Rimba Pasucen ini.

Petilasan Sunan Bonang
Obyek Wisata ini berada di desa Bonang, Kecamatan Lasem ± 17 Km dari Rembang dan mudah dijangkau dengan kendaraan umum. Obyek wisata yang mempunyai nilai budaya tradisional dan aspek historisnya menyangkut nama besar Sunan Bonang sebagai salah seorang dari sembilan Wali, tidaklah mengherankan apabila banyak wisatawan yang berkunjung di sana dan berziarah.
Banyak peninggalan yang sangat bersejarah seperti : Tempat Pasujudan dan Masjid Tiban yakni masjid yang tanpa Proses pendirian bangunan secara alami. Kemudian Bende Becak yang konon berasal dari nama seorang utusan dari Kerajaan Majapahit yang bernama Becak untuk menyampaikan berita kepada Sunan dan oleh karena Sunan masih menjalankan Ibadah Sholat dan berdzikir maka Becak tersebut menunggu di depan tempat tinggal Sunan sambil rengeng-rengeng atau menyanyi kecil nyanyian tersebut terdengar oleh murid Sunan, kemudian murid Sunan bertanya kepada Sunan, dan mungkin Sunan juga tidak berkenan mendengar suara itu maka Sunan menjawab bahwa itu adalah suara bende, dengan Karomah Sunan terjadilah keajaiban seketika berubah menjadi bende. Kemudian bende itu dimanfaatkan Sunan untuk mengumpulkan murid-muridnya Setelah wafatnya beliau, bende Becak tersebut dirawat dan disimpan oleh Juru kunci Petilasan Sunan Bonang yang berada di Obyek Wisata Petilasan Sunan Bonang, dan setiap tanggal 10 Dzulhijah pada hari raya Idul Adha setiap tahun bende becak tersebut di jamas atau disucikan dengan upacara ritual.
Adapun Haul Sunan Bnnang diperingati setiap tahun tepatnya pada bulan Selo hari Rabo Legi dan apabila bulan tersebut tidak ada hari Rabo Legi, maka diganti hari Jum'at Pahing. Mengenai sejarah Sunan Bonang yang unik ini, untuk lebih jetasnya kunjungilah segera Obyek Wisata Petilasan Sunan Bonang. Biasanya setelah para wisatawan berziarah dapat membeli "oleh-oleh" makanan khas Bonang, ikan asin, terasi asli Bonang dan dodol Bonang.
Embung Lodan Embung Lodan terletak di desa Lodan Wetan Kecamatan Sarang Kabupaten Dati II Rembang tempatnya ± 4 Km sebelah timur dari Sedan. Jarak dari kota Rembang ± 40 km. Embung Lodan saat ini masih dimanfaatkan sebagai irigasi dan penyediaan air bersih oleh masyarakat Sedan dan Sarang, juga sebagai pengembangan budidaya perikanan air tawar. Untuk pengembangan Obyek Wisata pemancingan dan wisata bahari dengan latar belakang perbukitan dan hutan jati serta mahoni wilayah Perum Perhutani KPH Kebon Harjo. Panorama yang indah sangat memungkinkan pengembangan obyek wisata terutama untuk bersantai bersama keluarga.

Hutan Wisata Sumber Semen
Obyek Wisata hutan wisata Sumber semen berada di desa Gading Kecamatan Sale, terletak ± 49 Km sebelah tenggara dari Rembang. Obyek wisata ini sangatlah tepat untuk berekreasi bersama keluarga karena pemandangar alamnya yang indah, sejuk dengan hutan lindung yang masih alam dan masih dihuni oleh binatang Kera yang sangat lucu. Konor binatang kera itu ada sejarahnya. Selain itu ada pula sebuah Goa yang ada nilai Historisnya yakni Goa Rambut, cerita Goa Rambut ini pengunjung akan mengetahui secara lengkap dan puas apabila datang langsung di Obyek Wisata Hutan wisata Sumber Semen ini. Sambil berkemah wisatawan juga dapat menikmati fasilitas air bersih dan kolam renang juga disediakan di sana.

Kesenian Dayakan Berkembang di Kebumen

Untuk bisa menikmati pentas kesenian rakyat Dayakan, masyarakat di Kebupaten Kebumen tidak lagi harus mendatangkan para pemain dari Kabupaten Magelang. Pasalnya kesenian yang konon merupakan perbaduan antara unsur kesenian rakyat Nusantara itu sudah mulai berkembang di Kebumen.

Adalah H Tongat Karim (42) warga Desa Kaliputih Kecamatan Kutowinangun, Kebumen yang membawa kesenian yang dikembangkan di lereng Gunung Merbabu itu ke Kebumen. Belum genap setahun ini, dia kemudian membentuk grup kesenian Dayakan “Satrio Budoyo” di desanya.

Tujuannya awalnya tidak lain untuk memberi kegiatan positif pada pemuda di desanya. "Harapannya mereka tidak melakoni hal-hal yang negatif, seperti kenakalan remaja," kepada SM CyberNews, Selasa (21/7).

Pria yang sehari-hari menjadi pengusaha rumah makan tersebut mengaku tertarik terhadap kesenian Dayakan saat dia melihat mereka pentas di Borobudur, Magelang. Dia pun berpikir untuk mempelajari dan mengembangkan kesenian itu di Kebumen. Niat itu pun terwujud, apalagi istrinya yang merupakan orang asli Magelang memudahkan untuk mendatangkan guru kesenian Dayakan ke Kebumen.

Ya, meskipun bernama Dayakan, unsur seni tidak melulu persis seperti suku dayak. Misalnya busana yang dipakai khususnya hiasan justru mirip suku Indian. Namun kesenian Dayakan tersebut sebenarnya hasul dari percampuran berbagai macam kesenian dan kebudayaan di Nusantara. Antara lain, kuda kepang, tari kecak Bali, lutungan,
montholan, hingga Reog Ponorogo.

Adapun instrumen yang dipakai untuk mengiringi tarian juga khas kesenian rakyat yang cukup sederhana seperti bendhe, tanjidor, kendang saron dan gong. Dalam sebuah grup biasanya terdiri dari 13 penari laki-laki dan perempuan yang membawakan peran sendiri-sendiri. Ada yang menjadi kepala suku, tokoh atau rakyat biasa, sesuai dengan lakon yang ditampilkan. Mereka mengenakan kostum yang dirancang sendiri.

"Bagian atas berupa kuluk terbuat dari bulu-buluan hewan. Yang bagus dari bulu merak, namun harganya mahal sehingga diganti dengan bulu menthok yang diwarna-warni," imbuhnya.

Sedangkan kostum pada bagian atas memakai baju rompi dan busana bagian bawah adalah pakaian suku Dayak di Kalimantan. Atas dasar itulah kesenian itu dinamakan kesenian Dayakan. Adapun untuk alas kaki para penari memakai sepatu yang biasa dikenakan tentara atau polisi. Setiap sepatu dipasangi klinthingan minimal 50 buah. Tak heran jika kaki para penari dihentakkan ke tahan terdengar suara gemerincing yang berderak-derak.

"Bunyi klintingannya menambah daya tarik tersendiri," ujar pemilik rumah makan Hijau di Jalan Raya Kebumen-Kutowinangun itu seraya berharap kesenian yang relatif baru itu dapat memperkaya kebudayaan di Kebumen.

Para pemain grup kesenian Satrio Budoyo uja Tongat terus giat berlatih untuk belajar variasi gerakan. Sehingga gerakan yang ditampilkan tidak monoton dan membuat penonton bosan. Bahkan dia juga rela mendatangkan guru tari dari Magelang yang memang sudah berpengalaman.

© suaramerdeka.com

Objek Wisata di Magelang

DAFTAR ISI WISATA KABUPATEN MAGELANG
CANDI BOROBUDUR
CANDI PAWON
CANDI MENDUT
CANDI NGAWEN
CANDI CANGGAL
CANDI LUMBUNG
CANDI ASO
CANDI PENDEM
CANDI SELOGRIYO
PEMANDIAN KALIBENING
AIR HANGAT CANDI UMBUL
TELAGA BLEDER
KOLAM PEMBIBITAN IKAN NGRAJEG
PEMANDIAN MUDAL
TAMAN REKREASI MENDUT
TAMAN ANGGREK BOROBUDUR
AIR TERJUN SEKAR LANGIT
AIR TERJUN TLOGORERJO
JURANG JERO
LANGGAR AGUNG P. DIPONEGORO
SENI PAHAT BATU PRUMPUNG SIDOHARJO
AIR TERJUN SELOPROJO
AIR TERJUN CURUG SILAWE
AIR TERJUN KEDUNG KAYANG
DATARAN TINGGI KETEP
POS PENGAMATAM GUNUNG MERAPI


1. CANDI BOROBUDUR
Candi budha terbesar didunia yang merupakan salah satu karya master piece diantara Tujuh Keajaiban Dunia terletak di Desa Borobudur kec borobudur lebih kurang 3 km dari kota Mungkid(40km)dari Yogyakarta.Kawasan candi yang dibangun oleh Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra pada abad VIII saat ini telah dikelilingi kawasan taman wisata dengan berbagai daya pesona bagi para pengunjung.

2. CANDI MENDUT
candi yang terletak kurang lebih 3 km sebelum candi borobudur dari arah jogyakarta, candi ini memiliki atap yang berbentuk limas dan didalamnya terdapat patung budha yag diapit oleh dua arca.

3. TAMAN REKREASI MENDUT
Bagi pengunjung Candi Borobudur yang ingin lebih menikmati suasana santainya dapat singgah di Taman Rekreasi Mendut dalam perjalanan pulangnya karena tempat ini terletak ditepi jalan arah candi Borobudur.Fasilitas taman ini antara lain kolam renang bertaraf internasional, kolam renang anak-anak, arena bermain,lapangan tenis,mushola,cafetaria dan parkir luas.

4.TAMAN REKREASI KALIBENING
Obyek wisata Kalibening dapat dijangkau dengan mudah terletak dijalur Magelang-Semarang tepatnya di Desa Payaman kec Secang dan siap menantikan kunjungan anda.

5.TELAGA BLEDER
Obyek wisata terletak di Desa Ngasinan Kec Grabag dilereng gunung Andong tersedia aneka fasilitas rekeasi air seperti speed boat, sampan,sepeda dan becak air.Pengunjung dapat memanjakan kesenangannya akan rekreasi air sambil menikmati sejuknya hawa pegunungan serta panorama alam yang indah.

6. SEKARLANGIT
Obyek wisata berupa air terjun dengan ketinggian 25 m. Yang terletak didesa Tlogorejo kec.Grabag merupakan tempat yang sangat mengasyikkan bagi kawula muda dengan suguhan panorama alam gunung Andong dan Telomoyo serta bumi perkemahan yang ditunjang dengan hawa menyegarkan.

7. CURUG SILAWE
Air terjun yang terletak dilereng gunung Sumbing dengan ketinggian 50 m.Terletak di Desa Sutopati Kec Kajoran. Selain dapat menikmati sejuknya hawa pegunungan juga dapat disaksikan panorama indah berupa hamparan hutan pinus.

8.ARUNG JERAM
Arung Jeram Citra Elo merupakan petualangan alam/tantangan untuk menghilangkan kejenuhan dalam kehidupan sehari-hari bagi wisatawan dapat melihat pemandangan alam,sungai sepanjang 12 km.Terletak di Desa Progowati kec Mungkid 3 km sebelum Candi Borobudur.

9.GARDU PANDANG KETEP
Terletak 21 km dari Kota Mungkid berada didesa Ketep Kec Sawangan jalur Solo-Selo-Borobudur. Dari gardu pandang ini wisatawan bisa melihat pemandangan gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, Sindoro, Tidar, Andong dan Pegunungan Menoreh serta hamparan lahan pertanian. Dari tempat ini bisa melihat luncuran lahar panas gunung Merapi. Fasilitas yang dapat ditemui antara lain areal parkir, kamar mandi/wc, gasebo,audiovisual/ home theatre, kios cinderamata/makanan.

10. MUSIUM WIDAYAT
Terletak dijalur borobudur taman rekreasi mendut. musium ini merupakan koleksi lukisan almarhum h.widayat yang dilengkapi patung-patung dan dibelakangi gedung/halaman dapat dijumpai beberapa tanaman langka.

11. TAMAN ANGGREK
terletak didepan taman rekreasi mendut dilengkapi dengan loboratorium pembibitan bunga anggrek, greenhouse dan dipersiapkan penjualan bunga anggrek potong, tanaman anggrek, bibit bunga anggrek dan tanaman hias lainnya.

12. CANDI PAWON
bangunan suci budha yang disebut dalam prasasti karang tengah 824 m didukung letaknya yang segaris dengan candi mendut dan candi borobudur.terletak di desa brajanalan kec. borobudur.

13. PEMANDIAN AIR HANGAT CANDI UMBUL
terletak di dusun candi umbul desa kartoharjo kec. grabag. obyek wisata peninggalan dinasti syailendra sampai saatnya masih dipercaya bisa membuat seseorang tambah cantik bila berendam ditempat tersebut karena airnya mengandung zat saprophyl

14. CANDI SELOGRIYO
terletak pada kaki bukit condong berbatasan dengan bukit giyanti.secara keseluruhan terletak dilereng bukit sukorini sebelah timur gunung sumbing di kec.windusari.merupakan bangunan tunggal,memiliki bentuk tidak berbeda dengan candi-candi hindu lainnya.

15. AIR TERJUN KEDUNGKAYANG
terletak dijalur blabak-boyolali ketinggian kurang lebih 40 m.dilereng gunung merapi tepatnya di desa wonolelo kec. sawangan kurang lebih 19 km dari blabak

16. MAKAM PANGERAN SINGOSARI ( KYAI RADEN SANTRI ) GUNUNG PRING
terletak di bukit gunungpring kec. muntilan ketinggian 400 meter diatas permukaan laut 1km. selatan muntilan.obyek wisata ziarah makam keluarga pangeran singosari mataram keturunan raja majapahit putra kiageng pemanahan generasi ke VI (enam) prabu brawijaya V.

Objek Wisata di Kebumen

Goa Petruk

Terletak kira – kira 7 km dari Goa Jatijajar. Nama Petruk berasal dari salah satu tokoh pewayangan yang mempunyai hidung panjang dan ia merupakan ponokawan yang setia. Terdapat stalaktit dan stalakmit yang masih asli bentuknya menyerupai payudara, tugu pancuran, baju putih dan semar. Untuk dapat masuk ke goa ini disediakan alat-alat seperti headlamp, spatuboot, baju tahan air (coverall), helm pelindung kepala. Penelusuran goa dapat dilintasi dengan jarak panjang sejauh 664 m dan jarak pendek 100 m . Pemandu wisata akan selalu mendampingi dan membawakan lampu charge sebagai penerangnya.

WADUK WADAS LINTANG
Waduk Wadaslintang mempunyai luas sembilan kali Waduk Sempor. Letaknya 34 Km Arah Timur Laut Kota Kebumen.

Pantai Tanjung Bata dan Pantai Menganti
Pantai Tanjung Bata dan Pantai Menganti memiliki karang terjal dengan bukit yang keperak-perakan serta pasir putih yang menawan.
Kedua pantai ini merupakan obyek wisata bagi wisatawan yang menyukai tantangan dan sedikit resiko. Lokasinya 7 Km dari Pantai Ayah. Untuk menuju lokasi ini wisatawan harus berjalan kaki sejauh 3 Km dari lokasi parkir kendaraan terdekat. Bentangan datar dekat Pantai Tanjungbata begitu indahnya. Panorama alam pantai yang menawan. Kerasnya ombak Pantai Selatan tidak menggoyahkan tebing karang yang tegar ini. Bentuk karang laut inilah yang membuat Pantai ini disebut Tanjungbata karena bentuknya yang mirip Batu Bata raksasa. Bila anda pernah datang ke Pantai Kuta Bali, maka anda akan merasakan kekaguman yang sama saat melihat Pantai Pasir Putih Menganti ini. Ombak yang tidak terlalu keras membuat obyek wisata ini sangat menarik sebagai lokasi santai sambil bermain di pantai pasir putih yang lembut. Investasi di Pantai ini merupakan tantangan bagi investor yang berminat mengembangkannya

GOA PETRUK
(Petruk Cave)
Terletak 7 Km selatan Goa Jatijajar. Petruk diturunkan dari nama pengikut setia Pandawa dalam Cerita pewayangan. Goa ini sangat mempesona. Tetesan air kapur terdengar bagaikan kebisingan yang tiada henti. Banyak stalaktit yang menyerupai bentuk kehidupan di dunia, seperti halnya stalaktit seperti anjing duduk ini. Stalaktit ini sangat memukau pengunjung karena menyerupai Tokoh Semar dalam cerita pewayangan. Gorden raksasa akan mengingatkan betapa Maha Kuasanya Tuhan YME dan segala ciptaannya di bumi dan di langit.
Boneka-boneka mungil terdapat di dalam Goa Petruk diantara aliran air dalam gua yang sejuk. Stalaktit ini sangat mirip dengan payudara yang tidak terdapat di tempat lain. Tangan anda dapat menyentuhnya karena dinding goa yang tidak terlalu tinggi.

PANTAI KARANGBOLONG
Nuansa perbukitan yang asri dan lambaian pohon kelapa serasa menyejukkan hati. Pantai Karangbolong menyimpan berbagai keindahan. Disamping pantai yang menawan, Pantai Karangbolong juga menyimpan keindahan karang dengan sarang burung waletnya.

PANTAI PETANAHAN
Terletak 17 Km Barat daya Kota Kebumen. Dengan ombak besarnya, Pantai Petanahan memiliki daya tarik tersendiri. Di lokasi ini juga dilengkapi panggung terbuka bagi acara-acara seni rakyat.

ARUNG JERAM PADEGOLAN
Lokasinya sepanjang sungai Padegolan yang akan membuat hidup bagai mimpi. Jika anda petualang sejati, cobalah arungi tantangan ini dan raih kemenangan alami

PANTAI PASIR
Pantai Pasir dipercayai sebagai pintu gerbang Nyai Roro Kidul
(Pasir Beach) Terletak 24 Km sebelah selatan Kota Gombong atau 7 Km sebelah barat pantai Karangbolong. Dibalik keindahan alam yang memukau, Pantai Pasir diyakini masyarakat setempat sebagai pintu gerbang Istana Nyi Roro Kidul. Adapun pintu gerbang tersebut berupa Batu Karang yang seperti berujud Beruang yang sedang minum air telaga. Disamping wisata alam pantai yang menawan, Pantai Pasir juga merupakan lokasi menarik bagi yang suka berbelanja hasil laut, karena Pantai Pasir juga merupakan tempat pelelangan ikan (TPI) utama Kabupaten Kebumen. Pemandangan di sekeliling Pantai Pasir merupakan perpaduan antara alam laut yang indah, pegunungan yang anggun serta wilayah pertanian dan pertambakan yang subur.


Pantai Logending

Terletak kira – kira 11,5 km ke arah selatan dari Goa Jatijajar atau 10 menit dengan kendaraan pribadi. Pantai Indah Ayah terletak di Desa Ayah Kecamatan Ayah. Pantai Ayah disebut juga pantai Logending. Nama Logending berasal dari kata Lo dan Gending. Lo nama sebuah pohon yang kayunya dapat diracik menjadi alat musik Jawa yang dalam bahasa Jawa.disebut Gending, keduanya digabungkan menjadi kata Logending. Terdapat Bumi Perkemahan Logending dan Hutan Wisata. Daya tarik yang lain adalah Jembatan diatas air sepanjang 554 m yang memudahkan wisatawan melihat langsung indahnya panorama alam dan pantai Logending. Akses yang mudah ditempuh dengan melalui jalur Selatan-selatan jurusan Jogjakarta – Cilacap

Pantai Petanahan

Pantai Petanahan terletak kira –kira 17 km ke arah selatan dari kota Kebumen. Pantai dengan deburan ombak Lautan Indonesia menambah keindahan pantai ini. Dapat dicapai dengan kendaraan umum atau pribadi. Objek Wisata ini dikunjungi banyak wisatawan khususnya pada Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal, dan Tahun Baru.

Event yang sering dilaksanakan adalah Festival Layang-layang baik tingkat nasional maupun regional dan Lomba Pancing Ikan. Pesanggrahan Pandan Kuning juga merupakan bagian dari daya tarik karena ditempat inilah banyak wisatawan yang datang untuk berziarah dan menyepi.

Benteng Van Der Wijck
Terletak di kota Gombong kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Dibangun pada abad ke XVIII oleh Belanda untuk pertahanan, dan bahkan kadang-kadang untuk menyerang. Nama benteng ini diambil dari VAN DER WIJCK, nama yang terpampang pada pintu sebelah kanan, kemungkinan nama komandan pada saat itu. Mudah dicapai dengan kendaraan pribadi atau transportasi umum 21 km dari Kebumen, atau 100 km dari Candi Borobudur. Benteng ini kadang dihubungkan dengan nama FRANS DAVID COCHIUS (1787 - 1876), seorang Jenderal yang bertugas di daerah barat Bagelen yang namanya diabadikan menjadi Benteng GENERAAL COCHIUS. Selanjutnya Benteng pertahanan ini digunakan untuk sekolah militer.
Data tehnis Benteng :

*
Luas Benteng atas 3606,625m2.
*
Benteng bawah 3606,625 m2.
*
Tinggi Benteng 9,67 m, ditambang cerobong 3,33 m.
*
terdapat 16 barak dengan ukuran masing-masing 7,5 x 11,32 m.


Pemandian Krakal

Nama Krakal adalah nama Desa di Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen. Terletak 12 km timur laut Kebumen. Anda akan dipijat oleh kehangatan air Krakal.temperatur air Krakal 39° C – 42° C, 86° F – 104 °F. Air Krakal menyembuhkan gatal, kadas, reumatik dan penyakit kulit lainnya.

Untuk kegiatan ritual juga ada. Tempatnya di dekat dengan sumber air /Sumur Pemandian Krakal. Demikian juga yang menghendaki untuk menginap, di lokasi disediakan rumah penginapan dengan tempat tidurnya.

Goa Jatijajar

Goa Jatijajar terletak kira kira 21 km dari kota Gombong atau 42 km barat daya kota Kebumen. Nama Jatijajar berasal dari kata jati dan jajar. Jati berarti nama pohon, Jajar berarti sejajar .terdapat diorama yang menceritakan tentang Legenda Raden Kamandaka. Legenda tersebut menunjukkan percintaaan abadi antara Raden Kamandaka dan Dewi Ratna Ciptarasa. Di dalam goa terdapat 4 ( empat ) sendang, yaitu Sendang Mawar, Kantil Jombor, dan Puserbumi. Terdapat pula stalaktit dan stalakmit. Obyek wisata unggulan ini menyajikan Rest Area, pasar souvenir, konveksi dan makanan khas. Di komplek/kawasan obyek wisata Goa Jatijajar terdapat 3 (tiga) goa yaitu Goa Dempok, Goa Intan dan Goa Jatijajar. Yang lebih menarik lagi di dinding atas Goa Jatijajar terdapat beragam tulisan dari pengunjung yang pernah datang ratusan tahun yang lalu, ada yang dari Hindia Belanja, Eropa bahkan trah penguasa pertama pemerintah Kabupaten Kebumen.
Jarak Obyek-obyek Wisata

Kebumen - Gombong 21 Km
Kebumen - Krakal 11 Km
Gombong - Goa Jatijajar 21 Km
Gombong - Goa Petruk 25 Km
Gombong - Pantai Ayah 29 Km
Gombong - Karangbolong 18 Km
Goa Jatijajar - Goa Petruk 7 Km
Goa Jatijajar - Pantai Ayah 11 Km
Goa Petruk - Pantai Ayah 4 Km
Kebumen - Pantai Petanahan 19 Km
Kebumen - Karang Sambung 18 Km

Adat istiadat

Kenduren

Kenduren/ selametan adalah tradisi yang sudaah turun temurun dari jaman dahulu, yaitu doa bersama yang di hadiri para tetangga dan di pimpin oleh pemuka adat atau yang di tuakan di setiap lingkungan, dan yang di sajikan berupa Tumpeng, lengkap dengan lauk pauknya. Tumpeng dan lauknya nantinya di bagi bagikan kepada yang hadir yang di sebut Carikan ada juga yang menyebut dengan Berkat.

Carikan/ berkat

Tujuan dari kenduren itu sendiri adalah meminta selamat buat yang di doakan, dan keluarganya,

kenduren itu sendiri bermacam macam jenisnya, antara lain :

* kenduren wetonan ( wedalan ) Di namakan wetonan karena tujuannya untuk selametan pada hari lahir ( weton, jawa ) seseorang. Dan di lakukan oleh hampir setiap warga, biasanya 1 keluarga 1 weton yang di rayain , yaitu yang paling tua atau di tuakan dalam keluarga tersebut. Kenduren ini di lakukan secara rutinitas setiap selapan hari ( 1 bulan ). Biasanya menu sajiannya hanya berupa tumpeng dan lauk seperti sayur, lalapan, tempe goreng, thepleng, dan srundeng. tidak ada ingkung nya ( ayam panggang ).



* Kenduren Sabanan ( Munggahan ) Kenduren ini menurut cerita tujuannya untuk menaik kan para leluhur. Di lakukan pada bulan Sya’ban, dan hampir oleh seluruh masyarakat di Watulawang dan sekitarnya, khususnya yang adatnya masih sama, seperti desa peniron, kajoran, dan sekitarnya. Siang hari sebelum di laksanakan upacara ini, biasanya di lakukan ritual nyekar, atau tilik bahasa watulawangnya, yaitu mendatangi makan leluhur, untuk mendoakan arwahnya, biasanya yang di bawa adalah kembang, menyan dan empos ( terbuat dari mancung ). Tradisi bakar kemenyan memang masih di percaya oleh masyarakat watulawang, sebelum mulai kenduren ini pun, terlebih dahulu di di jampi jampi in dan di bakar kemenyan di depan pintu. Menu sajian dalam kenduren sabanan ini sedikit berbeda dengan kenduren Wedalan, yaitu disini wajib memakai ayam pangang ( ingkung ).



* Kenduren Likuran Kenduren ini di laksanakan pada tanggal 21 bulan pasa ( ramadan ), yang di maksudkan untuk memperingati Nuzulul Qur’an. dalam kenduren ini biasanya di lakukan dalam lingkup 1 RT, dan bertempat di ketua adat, atau sesepuh di setiap RT. dalam kenduren ini, warga yang datang membawa makanan dari rumah masing2, tidak ada tumpeng, menu sajiannya nasi putih, lodeh ( biasanya lodeh klewek) atau bihun, rempeyek kacang, daging, dan lalapan.



* Kenduren Badan ( Lebaran )/ mudunan Kenduren ini di laksanakan pada hari Raya Idul Fitri, pada tanggal 1 sawal ( aboge ). kenduren ini sama seperti kenduren Likuran,hanya tujuannya yang berbeda yaitu untuk menurunkan leluhur. TYang membedakan hanya, sebelum kenduren Badan, biasanya di dahului dengan nyekar ke makam luhur dari masing2 keluarga.



* Kenduren Ujar/tujuan tertentu Kenduren ini di lakukan oleh keluarga tertentu yang punya maksud atau tujuan tertentu, atau ayng punya ujar/ omong. Sebelum kenduren ini biasanya di awali dengan ritual Nyekar terlebih dahulu. dan menu wajibnya, harus ada ingkung ( ayam panggang ). Kenduren ini biasanya banyak di lakukan pada bulan Suro ( muharram ).



* Kenduren Muludan Kenduren ini di lakukan pada tanggal 12 bulan mulud, sama seperti kenduren likuran, di lakukan di tempat sesepuh, dan membawa makanan dari rumah masing- masing. biasanya dalam kenduren ini ada ritual mbeleh wedus ( motong kambing ) yang kemudian di amsak sebagai becek dalam bahasa watulawang ( gulai ).



Tilik Luhur

Luhur –
Têmbúng dwipúrwå lêluhúr såkå têmbúng linggå luhúr kang têgêsé dhuwúr. Kabèh kuwi miturút kontèks kang sumadhiyå. Déné lumrahé têmbúng luhúr kuwi ugå ngêmót råså wigati, bêcík lan utåmå. Akèh têtêmbungan kang nggunakaké têmbúng luhúr, kayåtå: budi pakarti luhúr, marsudi luhúr, pangudi luhúr, pawiyatan luhúr, majlís luhúr. Uga akèh jênêng kang nganggo têmbúng luhúr, kayåtå: – Luhúr Pambudi, – Luhúr Winasís, – Warsitå Luhúr, – Sri Luhúr Wigati. Têmbúng lêluhúr pådhå karo luhúr-luhúr, atêgês dhuwúr-dhuwúr, yåiku kang ånå ing dhuwúr-dhuwúr. Sabanjuré têmbúng lêluhúr minångkå istilah wóng tuwå sapandhuwúr kang wús nurúnaké. Lêluhúr kuwi ånå sing isíh sugêng, ånå lan akèh kang wís murút ing kasidan jati. Awaké dhéwé iki pådhå duwé lêluhúr yåiku wóng tuwå sakalórón, båpå lan biyúng. Dadi, båpå biyúng ånå båpå biyungé. Båpå biyungé båpå biyúng iyå ånå båpå biyungé, mangkono sapandhuwúr. Síng wís pådhå omah-omah, duwé bojo, gadhah sémah, kagungan garwå (garbhå) wóng tuwané dadi papat. Wóng tuwå såkå awaké dhéwé loro, lan wóng tuwa såkå sisihané uga loro. Wóng papat kuwi mêsthi wóng tuwané wólu. Wólu aran êmbah, simbah utåwå éyang. Êmbah wólu kuwi wóng tuwané mêsthi nêmbêlas. Nêmbêlas kuwi aran buyút. Sapandhuwúr wóng tuwané buyút cacah têlúng pulúh loro, arané canggah. Lêluhúr sandhuwuré yaiku warèng, cacahé ånå sêwidak papat. Têrusé udhêg-udhêg, ånå satus wólu likur. Banjúr gantúng siwúr, róng atús sèkêt ênêm. Gropak sénthé limang atús rolas. Kandhang bubrah sèwu pat likúr. Ing ndhuwuré manèh dêbóg bósók, ånå róng èwu patang pulúh wólu. Sabanjuré têkan tataran 11 gunggungé wís ånå patang èwu sangang pulúh ênêm, kuwi diarani galíh asêm. Mangkono satêrusé sandhuwuré. Mångkå saupåmå salah siji såkå kasêbut lêluhúr kuwi ora tinitah ing alam padhang iki, aliyas ora èksís, wósé ora sugêng ing ndonyå iki, lha åpå awaké iki ånå? Mulå prayogané pårå lêluhúr kasêbut kinúrmatan, dimúlyakaké, cinandhi ing salumrahé. Awaké dhéwé iki ing saiki lan ing mêngkoné iyå pådhå dadi lêluhúr; lêluhuré pårå anak, putu, buyút, canggah, warèng, udhêg-udhêg, gantúng siwúr, gropak sénthé, kandhang bubrah, dêbóg bósók, galíh asêm, sartå trah tumêrah turún tumurún mênggênêrasi amangún lan ambangun tuwúh, nuhóni darmané uríp. Iku laku jåntrå jlèntrèhíng ngauríp síng såpå ora ngluhúraké pårå lêluhuré, pantês baé ugå ora diluhúraké déníng kang binakal lêluhúr sartå turún-turúné.Bêbrayan sadonyå iki duwé cårå lan adat dhéwé-dhéwé tumrap ngluhúraké pårå lêluhúr. Ånå síng tilík kubúr, bêrsíh kubúr, rêsík kubúr, kirím dongå, wilujêngan mêmulé utåwå nyandhi, wilujêngan ruwahan, ziarah, misa arwah, ngêsúr tanah, nêlúng dinå, mitúng dinå, matang pulúh, nyatús, mêndhak pisan, mêndhak pindho, nyèwu, kól, haúl, lan sajinisé kuwi. Sanadyan wús sawatårå suwéné anggóné sédå (1350) éyangé, Gayatri; Hayam Wurúk nganakaké pangêtan ing taún 1362 aran sraddha. Sarirané ingkang éyang ginubah ginambar måwå rêróncèn ing kêmbang, sarta winarnå (dicritakaké) munggúh labúh labêté åpå déné åpå baé kang bisa tinulad tinuladhå dadyå sudarsanèng têdhak turún-turuné (Nêgarakêrtagama; Pararatón). Ing bêbrayan nganti tumêkå saiki isíh katón lan karåså nuwansa pèngêtan kang kadyéku. Bêbrayan isíh pådhå nyraddha, nyraddhan (nyadran) sarta anawúng lan anawúr kêmbang, sêkar; pådhå ngêmbang utåwå nyêkar. Pårå mitra ing ngrikå, Amérika, ing sasi Novèmbêr pådhå balík ndésané dhéwé-dhéwé, saprêlu bêbarêngan karo kulawargå kulawangså kulabråyå nglêksanani silaturahmi karo síng isíh uríp, matúr nuwún marang Gusti Allah awít sakèh sakabèhíng bêrkah kang ruméntah marang pårå tinitah, kanthi pangêtan Thanksgiving Day, kalayan angalimputi ngluhúraké pårå lêluhúr, kang tandhês tundhóné angluhúraké Hyang Mahaluhúr, luhúr-luhuríng ngaluhúr, sangkan Paraníng Pårå Lêluhúr.
Déníng : Sudi Yatmånå ( soko File Ki Demang/ http:www.ki-demang.com )







Nyadran lan Lêluhúr
Råmå Sudi Yatmånå njlèntrèhaké bab lêluhúr kanthi gamblang. Lêluhúr pådhå karo luhúr-luhúr, yaiku kang ånå ing dhuwúr-dhuwúr. Ånå síng nyêbút, pårå éyang síng wís sédå utåwå surúd ing kasédan jati. Wóng Jåwå ugå ånå síng nyêbút, pårå éyang síng wís kóndúr ånå ing têpêt suci, lokåbåkå utåwå alam kêlanggêngan. Ing tlatah Surakartå, ugå ånå síng nyêbút éyang síng wís suwargi. Amargå pêrcåyå mênåwå arwah éyangé wís munggah ånå ing suwargå. Tradisi nyadran tumrap wóng Jåwå dianggêp pêrlu lan pêntíng. Umumé ditindakaké ing sasi Ruwah (såkå têmbúng arab arwah), sêpulúh dinå sadurungé ngibadah påså, akèh kang pådhå nyêkar pårå lêluhuré. Råmå Sudi Yatmånå ngétúng siji mbåkå siji wiwít såkå båpå biyung têkan sapandhuwuré. Ånå ing ngèlmu Kêjawèn, wiwít anak lan båpå biyúng sapandhuwúr sinêbút sêjarah rolas síng gunggungé kabèh ana 4094 (patang èwu sangang pulúh papat). Pilahané,

1. båpå biyúng (2),
2. mbah / kaki – nini(4),
3. buyút (8),
4. canggah (16),
5. warèng (32),
6. udhêg-udhêg (64),
7. gantúng siwúr (128),
8. gropak sénthé (256),
9. têbu sinósóg (512),
10. pêtarangan bubrah (1024),
11. amún-amún (2048).

Tradisi Jåwå pancèn unik nduwèni ngèlmu síng mènèhi pêpélíng marang anak (putu) supåyå ngêrti marang lêluhuré. Anak dikêkudang supåyå ngêrti båpå biyúng síng ngukir jiwå ragané. Sabanjúré digulå wênthah supåyå ngêrti marang mulå bukané wiwít mbah, mbah buyút, canggah, warèng lan sapêndhuwuré. Ånå sêsêbutan liyané, supåyå anak putu ngêrti sarasilahé. Sawisé ngêrti, diwêlíng supåyå dipêpundhi, amargå kabèh mau pêpundhèné. Ing sasi ruwah iki akèh pêpundhèn síng disowani lan dirêsiki. Nyadran tumrap wóng Jåwå dianggêp wigati, amargå ånå bab kang sambúng karo tradisi spiritual. Istilah tradisi, mulå bukané såkå têmbúng latin tradere utåwå traditio (båså mancané transmit, handing down) , têgêsé “maríngaké såkå ndhuwúr”. Síng diparingaké babagan kang nduwèni nilai kang adi (luhúng, luhúr). Tumuruné bab kang adi mau ånå síng wujúd piwulang (ajaran,dóktrin) réligi, nangíng ugå ånå kang wujúd piwulang métaphisika. Ånå ing jagad Kêjawèn akèh bangêt tradisi síng ånå sambúng rakêté karo slamêtan. Clifford Geertz, síng nulís buku “Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa”, gamblang anggóné ngandaraké bab slamêtan ing masyarakat Jåwå. Akèh bangêt tåtåcårå slamêtan síng dianani ing padésan tlatah Mójókuthó (Paré) Jawa Timur. Tradisi síng gêgayutan karo slamêtan lan lêluhúr, ugå di jlèntrèhaké déníng Koentjaraningrat ing bukuné “Kêbudayaan Jawa”. Masyarakat síng ngrasúk faham (théologi) Jåwå pådhå nindakaké upacårå nyadran ing sasi Ruwah supåyå pådhå ora lali marang asal-usulé. Råmå Sudi Yatmånå kanthi pratitís nyêbút tilík kubúr, bêsík kubúr, rêsík kubúr, kirím dongå, slamêtan, mêmulé utåwå nyandi, ruwahan, ziarah, misa arwah, ngêsúr tanah, nêlúng dinå, mitúng dinå, matang pulúh, nyatús, mêndhak pisan, mêndhak pindho, nyèwu, khól lan sapituruté. Kêjåbå såkå iku, ugå nyêbút upåcårå sraddha minangka pèngêtan sédané Gayatri déníng Prabu Hayam Wurúk ing tahún 1362. PJ Zoetmulder ånå ing buku Kalangwan ugå nyritakaké bab upåcårå sraddha kanggo mèngêti sédané Tribhuwana Tungga Déwi ånå ing tahún 1350. Upåcårå sraddha minångkå pèngêtan raja-raja síng wís pupút yuswå ugå sinêbút ing kidúng Banåwå Sêkar, nganggo ubå rampé wujúd baitå (prau) síng digawé såkå kêmbang (púspå, sêkar). Ya amargå såkå upåcårå iku, síng diarani nyadran saka têmbúng sraddha, nyraddha, nyraddhan, têrús dadi nyadran. Tradisi nyadran ora biså pisah karo kêmbang utåwå sêkar. Mula ånå istilah nyêkar pårå lêluhúr nganggo ubå rampé menyan, kêmbang (mawar,
kênångå, mlati, têlasih lan liya-liyané). Ånå ing bêbrayan, kêmbang dadi pratåndhå (lambang, simból) sêsambungan utåwå taliråså trêsnå, asíh, dúhkitå, sungkåwå lan liya-liyané. Tradisi nyadran pranyåtå wís lumaku wiwít jaman Måjåpahít nganti saiki. Pakúrmatan kanggo lêluhúr isíh lêstari têkan saiki lan dipêpêtri déníng masyarakat, khususé ing tlatah padésan. Nyêkar ing sasi Ruwah nduwèni suråså utåwå wulangan marang anak putu supåyå pådhå trêsnå lan élíng marang lêluhúr. Tradisi nyadran (bêsík kubúr, tilík kubúr) ngélingaké tumrap såpå waé supåyå pådhå ngêrti marang pårå lêluhúr síng saiki wis ånå ing alam kubúr. Babagan tilík kubúr utåwå ziarah pancèn dipratélakaké ånå ing agåmå Islam supåyå pådhå kèlingan bab pati. Bab pati ånå sêsambungané karo bab uríp síng ora suwé. Paribasané kåyå wóng mampír ngombé. Mulå ånå têmbang Dandhanggulå síng muni: “Sanépané wóng uríp puniki, anèng ndonyå iku umpamanyå, múng kåyå wóng mampír ngombé, umpåmå manúk mabúr, lêpas sakíng kurunganèki, pundi méncókíng bénjang, åjå kóngsi klèru, umpåmå wóng njan sinanjan, ora wurúng mêsthi bali mulíh, mríng asal kamulanyå”. Minångkå dudutan : nyadran iku ngluhúraké lêluhúr kang tundhóné supåyå élíng lan manêmbah marang Kang Maha Luhúr.
Déníng : Sutadi Pangarså Pêrsatuan Pêdalangan Indonesia Komisariat Jawa Têngah

© gareng88.wordpress.com