SURABAYA – Alunan gamelan Jawa terdengar di Royal Plaza kemarin (16/5). Puluhan siswa dari berbagai sekolah dasar di Surabaya terlihat berlenggak-lenggok menari dengan mengikuti irama musik itu.
Anak-anak tersebut datang dari berbagai sanggar tari. Mereka unjuk kebolehan dalam lomba tari kreasi tradisional yang diadakan Agra Production dan Wisnuadji Photography.
Sebagian besar peserta membawakan tari Jawa yang telah dimodifikasi dengan kreasi gerakan dan kostum. Tapi, ada juga yang menampilkan tari tradisional kreasi sendiri. Misalnya, Sanggar Rukun Budaya yang membawakan Tari Kancil. Anak-anak dalam kelompok tari itu bergerak ke sana kemari dengan lincah, seolah menggambarkan karakter kancil yang cerdik. Kostum yang dikenakan mirip kancil, dibuat dari bahan wol serbaputih dengan ekor di bagian belakang. Bagian leher diberi manik-manik yang membentuk selempang melingkar di leher.
Lain halnya dengan Sanggar Laboratorium Remo Surabaya. Sanggar yang beralamat di Jl Genteng Kali itu membawakan tari lawas Garuda Nusantara yang telah diubah di beberapa sisi.
Dalam Garuda Nusantara asli, terdapat gerakan dengan posisi kaki jinjit. Penari berdiri di atas kaki yang meruncing. “Seperti yang dilakukan pada tari balet,” kata Mahyuni, pengajar di sanggar tersebut.
Namun setelah dimodifikasi, sebagian gerakan mengangkat tumit kaki itu diganti dengan gerakan lain. Mahyuni mengatakan, modifikasi tersebut dilakukan untuk memudahkan anak menarikan tarian asli Jawa Timur tersebut. “Kalau banyak jinjitnya begitu, anak-anak kesulitan,” kata Mahyuni.
Direktur Agra Production Setyo Rahayu mengatakan, lomba seni tari tradisional tersebut diadakan untuk lebih mendekatkan kesenian tradisional kepada anak-anak. Menurut dia, di tengah naiknya pamor tari modern, anak-anak juga perlu mendapat selingan pengetahuan tentang seni tradisional.
“Kalau dilihat, sekarang tari modern lebih banyak disenangi. Khawatirnya, mereka tidak mengenal tari asli daerah mereka sendiri,” ucapnya.
Yang menjadi poin utama penilaian juri kemarin, kata Setyo, adalah kreativitas gerakan, kostum, dan penjiwaan. “Karena itu, kami meminta peserta membawakan tari tradisional yang sudah dimodifikasi atau tari bikinan sendiri. Tapi, agar tidak melenceng dari pakem, tarian harus diiringi gamelan,” tambah Setyo. (eko/ayi)
Jawa Pos, Sabtu, 17 Mei 2008,
0 komentar:
Posting Komentar