Sitem Perladangan Suku Dayak secara garis besar menganut sistem perladangan (berpindah) sebagai budaya yang merata di kalangan suku Dayak sebagai penduduk asli Kalimantan. Walaupun budaya ini tidak dapat dikatakan khas Suku Dayak, namun ada segi-segi khas dapat dikategorikan sebagai kebudayaan Suku Dayak. Hal ini nampak dalam ketentuan-ketentuan adat dalam berladang di kalangan suku Dayak di Kalimantan :
1. Permintaan Ijin dari kepala suku / kepala adat;
2. Pencarian hutan dengan mengikuti ketentuan-ketentuan tertentu, baik dari segi pengetahuan tentang alam, maupun dari segi kepercayaan apakah hutan yang akan digarap itu akan mendatangkan kebahagiaan atau kecelakaan;
3. Upacara pembukaan hutan dan penggarapan selanjutnya seperti tebang, bakar dan pembersihan;
4. Penanaman padi dengan sistem "manugal" yaitu menggunakan tongkat kayu untuk membuat lubang di tanah yang kemudian diisi dengan benih padi;
5. Pekerjaan-pekerjaan berat dalam berladang seperti pembukaan awal dan penugalan biasanya dilakukan secara gotong-royong oleh seluruh penduduk; pekerjaan ini dilakukan secara bergiliran di tiap-tiap ladang. Dengan demikian kebutuhan akan tenaga kerja dapat diatasi bersama;
6. Kerja menuai dalam sistem perladangan Suku Dayak pun dilakukan secara gotong royong;
7. Peristiwa menugal dan menuai dianggap sebagai peristiwa kegembiraan, dan sebab itu hampir selalu dibarengi dengan nyanyian dan tari-tarian.
Walaupun ada di antara suku-suku Dayak ini yang telah menggunakan sistem persawahan dengan irigasi dan pemakaian bajak yang ditarik kerbau, seperti di kalangan suku-suku Lun Daye di Karayam - Kaltim dan suku Kalabit, namun pada umumnya semua Suku Dayak terbiasa dengan sistem perladangan.
Sistem perladangan di kalangan masyarakat suku Dayak ini sudah memperhitunkan sirkulasi rotasi tanaman, dengan menanam kembali lahan bekas berladang dengan tanaman-tanaman keras seperti kopi, karet dan pohon buah-buahan. Juga dengan membiarkan bekas lahan itu menjadi hutan belukar kembali sehingga memperoleh kembali kesuburan dalam kadar yang cukup, kemudian setelah masa daur 4-6 tahun baru lahan tersebut digarap kembali. Oleh sebab itu, perladangan (berpindah) tidak bisa dikambinghitamkan sebagai penyebab kerusakan hutan atau lingkungan hidup.
komunitas seni dan budaya mulai Sabang sampai Merauke, dari berbagai alat musik, tari, senjata tradisional untuk bentuk-bentuk adat dan budaya masyarakat
Minggu, Desember 20, 2009
Sistem Perladangan Suku Dayak
Label: cinta budaya sendiri
Diposting oleh Unknown di 14.11
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar